JAKARTA - Di tengah pandemi COVID-19 ini, warga Singapura memberikan hak suaranya untuk menentukan nasib mereka ke depan. Masyarakat datang memberikan suara dengan mengenakan masker dan sarung tangan. Pemilu di tengah pandemi COVID-19 ini juga diwarnai terancamnya ekonomi Singapura menuju resesi terburuk yang pernah terjadi.
Melansir Reuters, Jumat, 10 Juli, petugas pemilu mengenakan masker dan perlindungan lainnya. Mereka menegakkan aturan menjaga jarak aman dan mengukur suhu pemilih saat memasuki bilik suara. Sesi pagi diutamakan untuk para lansia agar tidak terjadi kepadatan.
Sementara, para petugas juga berharap para pemilih tidak lebih dari lima menit untuk memberikan suara mereka. Pembatas dibentuk di beberapa tempat pemungutan suara sebagai langkah keamanan tambahan. Antrean-antrean dibentuk. Beberapa orang mengeluh karena harus menunggu hingga satu jam.
"Melihat kondisinya, saya sedang mempertimbangkan apakah layak mempertaruhkan kesehatan saya hanya untuk menggunakan hak pilih saya," kata Joseph Lim, seorang profesional teknologi, menggambarkan keengganannya memilih meski menyadari pemilihan itu wajib di Singapura.
Sejak pelonggaran lockdown pada bulan lalu, jumlah kasus harian baru di Singapura merangkak kembali menjadi dua kali lipat. Pekan lalu, tepatnya. Jumlah tersebut belum termasuk pekerja migran yang tinggal di asrama, di mana tingkat penularan jauh lebih tinggi.
Singapura bukan negara pertama di Asia yang mengadakan pemilihan selama pandemi. Korea Selatan (Korsel) mengadakan pemilihan parlemen pada April. Aturan jarak sosial membatasi kampanye dan tidak ada demonstrasi partai yang diizinkan.
Tetapi, hanya ada 2,65 juta pemilih di Singapura. Penyelenggara pemilu mengandalkan pemilihan yang cepat dan higienis untuk meminimalkan risiko infeksi. Pemilih harus memindai sendiri kartu identitas, membersihkan tangan mereka, dan menggunakan sarung tangan sekali pakai sebelum menerima kertas suara.
Singapura merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kematian COVID-19 terendah di dunia. Awalnya negara tersebut mendapat pujian atas upayanya dalam menangani COVID-19. Tetapi wabah di asrama pekerja migran yang sempit menodai keberhasilan itu, membuat pemerintah menutup sekolah dan bisnis lebih lama.
Lee Hsien Loong isyaratkan tunda pensiun
Berkuasa sejak kemerdekaan 1965, Partai Tindakan Rakyat (People's Action Party/PAP) yang berkuasa diharapkan membawa Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong kembali memerintah. Lee Hsien Loong adalah putra dari Lee Kuan Yew, yang mana adalah pendiri Singapura.
PM Lee Hsien Loong telah memegang jabatannya sejak 2004, tetapi pada usia 68 tahun ia berniat untuk pensiun di tahun-tahun mendatang. Kemudian, Lee Hsien Loong mengisyaratkan akan menunda pensiun guna menangani wabah virus corona dan dampak ekonominya.
BACA JUGA:
Ketika kekhawatiran tentang imigrasi dan pekerjaan berkobar pada 2011, PAP menyurvei rekor terendah 60 persen suara dan memperketat aturan perekrutan internasional untuk mengatasi sensitivitas pemilih. Ketika pusat perdagangan dan keuangan Asia menghadapi resesi terdalam akibat pandemi, kekhawatiran ini sekali lagi mengemuka.
Sebanyak sebelas partai ikut bersaing dalam Pemilu Singapura 2020. Analis politik mengatakan partai-partai oposisi cenderung menganggap diri mereka sebagai dominasi PAP namun tidak menawarkan pemerintah alternatif yang layak.