Ratusan Burung Pipit di Gianyar Bali Jatuh Mati Berhamburan, Ini Kata BKSDA
Tangkapan layar ratusan burung pipit jatuh berhamburan di Gianyar Bali via akun Facebook Dek Eko

Bagikan:

DENPASAR - Fenomena matinya ratusan burung pipit di Bali tak hanya terjadi sekali. Lima tahun yang lalu hal yang sama juga terjadi di wilayah Denpasar dan Kabupaten Tabanan Bali.

Kepala Seksi Wilayah ll, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Sulistyo Widodo menerangkan, kematian ribuan burung Pipit pernah terjadi di area RSUP Sanglah, Denpasar, dan di Desa Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali.

"Kejadian ini bukan yang pertama di Bali atau pun bukan pertama di Indonesia. Di Bali, dalam lima tahun terakhir juga pernah ada kejadian di area Sanglah Kota Denpasar, juga di Selemadeg Kabupaten Tabanan, juga di Sukabumi Jawa Barat, Bulan Juli tahun 2021," kata Widodo, Jumat, 10 September.

BKSDA Bali bersama Dinas Kesehatan Hewan Kabupaten Gianyar sudah memeriksa lokasi matinya ratusan burung Pipit di Desa Pering, Kecamatan Blabatuh, Kabupaten Gianyar, Bali.

“Juga mengambil sampel bangkai burung dan kotoran burungnya untuk dibawa ke laboratorium kesehatan hewan guna mencari tahu penyebab kejadian tersebut," imbuhnya.

Selain itu, BKSDA menyebutkan matinya ribuan burung pipit secara bersamaan karena burung itu adalah satwa koloni yang hidup berkelompok dalam jumlah besar.

"Ukuran burung yang kecil, menyebabkan kecenderungan berkoloni dalam jumlah besar untuk mengurangi resiko terhadap predator. Termasuk, saat beristirahat pun bergerombol, biasanya di satu pohon yang besar bisa sampai ribuan burung," ungkapnya.

Soal kematian mendadak burung pipit, perlu pemeriksaan lanjutan.  Namun ada beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu burung  memakan pakan yang terkontaminasi atau tercemar alias mengandung herbisida dan pestisida.

“Setelah memakannya tentu burung tidak langsung mati, karena proses toksifikasi juga memakan waktu untuk sampai tingkatan mortalitasnya. Kemungkinan besar saat burung-burung tersebut beristirahat malam dan paginya bangkai burung berserakan. Jadi bukan akibat lokasinya di makam setra (kuburan)," sebutnya.

Sementara, kemungkinan kedua adalah tertular penyakit tertentu. Mengingat burung pipit hidup berkoloni dalam jumlah besar. Maka, penularannya akan cepat dan kematiannya juga dalam jumlah besar.

"Bisa juga akibat virus atau penyebab yang lain yang harus dibuktikan dengan analisa bangkai dan analisa kotoran burung," jelasnya.

Faktor cuaca disebut BKSDA ikut berpengaruh. Perubahan cuaca secara cepat bisa mengganggu burung pipit.

"Misalnya saja, cuaca di Bali sedang panas, pada saat burung-burung beristirahat malam, tiba-tiba hujan lebat turun, suhu dan kelembaban udara berubah drastis. Burung kaget, stres, dan kemudian mati massal. Ingat tingkat stres pada satwa sangat potensial menjadi penyebab mortalitas massal atau sebab lain yang kita belum tahu," ujar Widodo.