JAKARTA - Desakan agar pemerintah mencari solusi lain menangani narapidana terkait narkoba muncul setelah peristiwa kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang, Banten yang menewaskan 44 warga binaan.
Apalagi, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan 50 persen kapasitas lapas di Tanah Air diisi oleh napi narkoba.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengatakan banyaknya narapidana kasus narkoba, mengindikasikan gagalnya penerapan kebijakan. Alasannya, karena kebanyakan napi sebetulnya hanya pengguna yang tak perlu dijebloskan ke balik jeruji besi.
Dia mengungkapkan data sebanyak 28.241 warga binaan di seluruh Indonesia yang merupakan pengguna narkoba dan kini harus ditahan.
"Angka itu bisa bertambah besar karena kebanyakan dari pengguna narkotika juga dijerat dengan pasal kepemilikan dan penguasaan narkotika yang digolongkan sebagai bandar," kata Maidina dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 8 September.
Sehingga, alih-alih menjebloskan para napi khususnya pemakai narkoba ke penjara sebenarnya mereka bisa dijatuhkan hukuman alternatif seperti rehabilitasi maupun pidana bersyarat dengan masa percobaan.
Hal yang sama disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan kelebihan kapasitas di rutan maupun lapas memang menjadi masalah serius dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Sehingga, dia meminta pemerintah mengambil langkah cepat untuk memperbaikinya.
"Salah satu langkah yang dapat diambil pemerintah untuk menangani masalah ini adalah dengan mengubah orientasi politik kebijakan dalam menangani kejahatan ringan, termasuk terkait penggunaan narkotika," ungkapnya dalam keterangan tertulis.
Tak hanya napi narkoba, Usman juga menyinggung pemerintah juga bisa membebaskan tahanan yang sebenarnya tak perlu mendekam di penjara. Salah satunya, adalah mereka yang ditahan atas dasar UU ITE yang banyak mengandung pasal karet.
Dirinya juga mengingatkan kebakaran ini jangan sampai hanya dianggap kebakaran biasa melainkan harus diartikan ada hal penting yang perlu dilakukan pemerintah.
"Ini bukan kejadian kebakaran biasa tapi juga masalah hak asasi manusia. Kejadian ini semakin menunjukkan urgensi untuk mengatasi masalah penjara di Indonesia yang sarat pelanggaran hak asasi," tegas Usman.
Apalagi, tahanan dan narapidana memang kerap ditempatkan dalam penjara sesak yang mengancam hidup dan kesehatannya seperti yang terjadi di Lapas Kelas I Tangerang. Padahal, mereka seharusnya berhak mendapatkan rutan maupun lapas yang layak.
Terkait desakan ini, pemerintah mengaku tengah mencari jalan terbaik untuk menangani napi tindak pidana narkoba. Apalagi, jumlah warga binaan terkait narkoba mencapai 50 persen dari jumlah keseluruhan.
"Dari 200 ribu narapidana atau warga binaan itu 50 persennya narkoba. Kasus narkoba. Bayangkan, satu kejahatan mendominasi 50 persen sisanya kejahatan lain," kata Menko Polhukam Mahfud MD usai mengunjungi Lapas Kelas I Tangerang, Banten yang terbakar pada Rabu, 8 September.
"Ini tentu ada sesuatu yang harus kita bicarakan lagi bagaiman menangani kejahatan narkoba dan memfollow up-nya di pengadilan, dan memfollow up putusan pengadilan," imbuh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
BACA JUGA:
Mahfud mengatakan seorang bandar narkoba memang perlu untuk dipenjara setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Sementara untuk pengguna, harus dipikirkan lebih lanjut apakah mereka perlu untuk dijebloskan ke penjara atau sebaiknya direhabilitasi.
"Sehingga penjara tidak penuh dengan itu (pengguna narkoba, red). Karena kita dulu kan namanya penjara di zaman belanda, tahun 50 digagas namanya tidak penjara tapi lapas tujuannya untuk memanusiakan manusia," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyebut kelebihan kapasitas pada lapas adalah hal klasik. Sehingga, ada sejumlah hal yang akan dilakukan termasuk mendorong revisi Undang-Undang Narkotika.
"Permasalahan kita adalah pelanggaran tindak pidana narkotika yang mewakili lebih 50 persen kapasitas Lapas di seluruh Indonesia. Penanganannya maka ya penanganan narkotika. Saya sudah lama mengajukan revisi Undang-Undang narkotika," katanya kepada wartawan, Rabu, 8 September.
Dalam upaya revisi Undang-Undang Narkotika, nantinya hanya para bandar yang ditindak dan harus menjalani masa pidana penjara. Sedangkan, pengguna diwajibkan menjalani rehabilitasi. "Contoh pemakai narkoba, kita kan berharap mereka supaya direhab. Kalau semua dimasukin di Lapas enggak muat. 4 juta bisa (jumlah narapidana narkotika), sekarang aja 270 ribu, kita sudah mabuk kepayang," ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Lapas Kelas I Tangerang terbakar pada Rabu, 8 September, dini hari. Akibatnya, 44 narapidana tewas karena insiden tersebut termasuk 2 warga negara asing asal Portugal dan Afrika Selatan.
Mereka tewas setelah tidak bisa menyelamatkan diri akibat terjebak di sel tahanannya karena terkunci. Adapun penguncian sel tahanan tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan wajib dilaksanakan.
Penyebab kebakaran lapas tersebut hingga saat ini masih didalami. Tapi, dugaan sementara si jago merah mengamuk akibat korsleting instalasi listrik.