Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai budaya hukum di Indonesia harus mulai dirubah. Hal ini menyikapi penuhnya kapasitas lembaga pemasyarakatan (Lapas) dengan mayoritas warga binaan kasus narkotika yang seharusnya bisa direhabilitasi.

"Politik hukum pemidanaan dan penegakan hukum kita harus berubah. Karena penghuni lapas, mayoritas adalah terpidana kasus narkoba, yang sebagian besar penyalahguna murni," ujar Arsul, Rabu, 22 September.

Arsul menjelaskan, dalam Pasal 127 UU Narkotika mengatur korban penyalahgunaan narkoba wajib menjalani rehabilitasi. Namun, kenyataannya masih ada inkonsistensi penegakan hukum dari aparat. Misalnya, kata dia, yang mendapat rehabilitasi hanya untuk figur dari kelas dan kalangan tertentu.

"Dalam kenyataannya, kita masih melihat kalau figur tertentu dari kelas tertentu maka dilaksanakan program rehab," jelas Arsul.

Penegakan hukum dari Polri, BNN, atau Kejaksaan, kata dia, justru memidanakan penyalahguna narkotika, sehingga Lapas menjadi over kapasitas.

Sekjen PPP itu menilai, penambahan jumlah Lapas tidak menjadi solusi. Sebab, ada keterbatasan anggaran deret hitung. 

"Sedangkan penambahan warga binaan itu seperti deret ukur jadi tidak akan terkejar," katanya.

Oleh karena itu, menurut Arsul, koordinasi antar kelembagaan penegak hukum untuk menerapkan UU Narkotika secara konsisten perlu dilakukan untuk memecahkan masalah kelebihan kapasitas. 

"Tapi kayaknya sinergitas dan koordinasi kelembagaan kita belum melahirkan satu tekad bagaimana mengatasi ini, bagaimana kita menerapkan secara murni dan konsisten pasal 127 UU narkotika itu," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, berjanji akan segera melakukan revisi Undang-Undang Narkotika dengan DPR. 

Pasalnya, kata dia, lebih dari setengah jumlah narapidana yang menghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) adalah napi narkoba. 

"Rencana undang-undang narkotika ini harus kita ubah, ada beberapa pasal. Sebetulnya pemerintah sudah terus-terus ingin melakukan itu dan sedikit ada perbedaan di kalangan institusi pemerintah," ujar Yasonna dalam rapat kerja dengan Baleg DPR dan DPD RI Rabu, 15 September. 

"Karena lebih 50 persen isi lapas kami itu adalah (napi) narkoba, itu sesuatu yang sangat aneh," sambungnya.