Kementerian Keuangan Setujui Penambahan Anggaran Rp25 Triliun untuk Kementerian Kesehatan
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyetujui tambahan anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebesar sekitar Rp25 triliun, untuk pembiayaan pasien COVID-19 yang jumlahnya terus naik.

Staf Ahli Bidang Keuangan Negara Kemenkeu Kunta Wibawa menjelaskan, anggaran yang diajukan itu untuk dimasukan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

"Permintaan Kemenkes Rp25 triliun itu adalah untuk pen-DIPA-an, itu untuk pembiayaan pasien COVID-19. Karena kan yang disampaikan tadi, angkanya kan naik terus ya, ini kan menjaga supaya pembiayaan ada," kata Kunta dalam video conference bersama wartawan, Jumat, 3 Juli.

Berdasarkan Peraturan presiden Nomor 72 Tahun 2020, anggaran Kemenkes untuk penanganan COVID-19 dipatok Rp78,51 triliun. Dari data Kemenkeu, serapan anggaran Kemnkes hingga Mei 2020 baru Rp1,66 triliun.

Tambahan alokasi dana itu berasal dari pagu anggaran penanganan pandemi bidang kesehatan sebesar Rp87,55 triliun. Anggaran bidang kesehatan terdiri dari belanja penanganan COVID-19 Rp65,8 triliun, insentif tenaga medis Rp5,9 triliun, santunan kematian Rp0,3 triliun, bantuan iuran JKN Rp3,5 triliun, Gugus Tugas Rp3,5 triliun, dan insentif perpajakan bidang kesehatan Rp9,05 triliun.

Hingga 24 Juni 2020, kata Kunta, realisasi stimulus fiskal penanganan COVID-19 bidang kesehatan baru mencapai 4,68 persen. Ia mengakui, serapan anggaran ini masih rendah.

"Memang kalau kami lihat dari sisi dari total masih rendah tapi perkembangannya cukup bagus karena pekan lalu masih 1,63 persen," katanya.

Menurut Kunta, realisasi di bidang kesehatan itu sudah mencakup klaim penggantian biaya perawatan pasien COVID-19 dari 750 rumah sakit atau 62,5 persen, serta insentif 21.080 tenaga kesehatan atau 11,82 persen.

Lebih lanjut, Kunta mengatakan, pemerintah sudah melihat kendala-kendala yang menyebabkan penyaluran anggaran tersebut masih sedikit. Menurut dia, kendala yang ada antara lain adalah gap antara realisasi keuangan dan fisik di masyarakat. Sehingga, diperlukan percepatan proses administrasi penagihan.

"Sebenarnya sudah jalan misalnya terkait penanganan pasien COVID-19, tapi uangnya yang belum 100 persen," ucapnya.

Menurut Kunta, saat ini pemerintah sudah melakukan terobosan, yaitu dengan menggunakan uang muka yang dapat disalurkan meskipun dokumen-dokumen belum lengkap.

"Jadi dokumennya belum lengkap enggak apa-apa, lalu uang mukanya saja kita keluarkan sambil jalan dokumen itu dipenuhi sehingga governance-nya tetap terjaga," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX Melki Laka Lena menjelaskan, teguran Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari lalu terhadap kecilnya realisasi anggaran penanganan COVID-19 bidang kesehatan yang hanya 1,63 persen dari total Rp75 triliun harus didudukkan dalam konteks yang tepat.

Melki menjelaskan, bahwa anggaran penanganan COVID-19 bidang kesehatan telah mengalami kenaikan dari yang semulanya sebesar Rp75 triliun, kini telah menjadi Rp87,55 triliun. Dari total anggaran bidang kesehatan ini, Kemenkes mengajukan anggaran Rp54,56 triliun yang disetujui Kemenkeu hanya Rp25,73 triliun.

Dari total anggaran tersebut, anggaran yang sudah masuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenkes sebesar Rp1,96 triliun dengan realisasi sebesar 17,6 pesen yaitu Rp331,29 miliar untuk insentif tenaga kesehatan pusat, dan Rp14,1 miliar santunan kematian tenaga kesehatan.

"Selebihnya anggaran sebesar Rp23,77 triliun masih dalam proses revisi DIPA dari Kemenkeu yang artinya anggaran ini belum masuk ke DIPA Kementerian Kesehatan sehingga belum bisa direalisasikan," tuturnya.

Komisi IX DPR RI, kata Melki, sangat concern dengan realisasi anggaran penanganan COVID-19 yang saat masih belum optimal, namun Komisi IX DPR RI saat ini hanya bisa mengawal realisasi anggaran yang langsung dikelola oleh Kementerian Kesehatan.