Menteri Kabinet Indonesia Maju Rapat Penanganan COVID-19 Usai Disentil Jokowi
Konferensi pers usai rapat menteri dan lembaga terkait di Kemenkopolhukam (Foto: Dokumentasi Humas Kemenkopolhukam)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah disentil Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet paripurna beberapa waktu lalu karena dianggap tak maksimal dalam menghadapi krisis di tengah pandemi COVID-19, sejumlah menteri melakukan rapat di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Menteri yang hadir dalam rapat tersebut adalah Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendi, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Selain itu, rapat ini dihadiri juga oleh Kepala Kantor Staf Presiden, Kepala BPKP, Ketua OJK, Ketua Dewan Komisioner LPS, Gubernur Bank Indonesia, Jaksa Agung, Kapolri, dan Pimpinan KPK.

Mahfud mengatakan, rapat tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti perintah Presiden Jokowi yang ingin agar proses penanganan COVID-19 dilakukan secara cepat dan luar biasa.

"Betul, ini menindaklanjuti (arahan presiden) dan sejalan paling tidak dengan apa yang disampaikan presiden agar bertindak cepat dan tepat," kata Mahfud melalui keterangannya, Senin, 29 Juni.

Dia mengatakan, rapat ini membicarakan sejumlah kebijakan pemerintah tentang penanganan COVID-19. Menurutnya, hal ini harus dilaksanakan demi kebutuhan 260 juta masyarakat Indonesia. Termasuk, pengawasan terhadap penggunaan anggaran penanggulangan COVID-19.

"Kami minta diawasi, untuk itu kami mengundang KPK, Jaksa Agung, Kapolri, dan lain-lain. Karena kami ingin secara hukum ini benar, cepat, dan tidak menghambat," tegasnya sambil mengatakan anggaran yang disediakan negara bisa digunakan melalui prosedur yang tepat dan sah.

"Kami juga menegaskan bahwa perang terhadap korupsi harus tetap dilakukan," imbuhnya.

Diketahui, ini merupakan rapat Menteri Kabinet Indonesia Maju yang digelar setelah Presiden Jokowi memarahi para menterinya saat sidang kabinet pada 18 Juni yang lalu.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu marah dan menegur menteri yang bersikap biasa saja dalam pengambilan keputusan meski saat ini suasananya sedang krisis akibat pandemi COVID-19.

"Tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan-kebijakan biasa saja, menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini," kata Jokowi dalam video yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu, 28 Juni.

Dia menilai, di masa seperti ini seluruh kebijakan harusnya sesuai dengan kondisi krisis. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bahkan mengatakan, dalam kondisi krisis, dirinya bahkan siap mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan Peraturan Presiden (Perpres). 

Di hadapan para menterinya, Jokowi menyinggung beberapa hal. Pertama mengenai belanja di sejumlah kementeriannya. Dari hasil laporan yang diterimanya, dia melihat capaiannya masih biasa-biasa saja. Padahal, dia berharap dengan adanya belanja besar-besaran di kementerian akan memacu perekonomian di Indonesia yang tengah lesu akibat pandemi COVID-19.

Dia mencontohkan Kementerian Kesehatan. Kata Jokowi, kementerian ini mendapatkan anggaran sebesar Rp75 triliun. Namun, yang dibelanjakan baru 1,53 persen. Padahal, makin cepat uang ini dikeluarkan, maka akan terjadi trigger ekonomi.

Jokowi juga menyinggung pembayaran untuk dokter, dokter spesialis, dan tenaga medis yang mesti segera diproses dan dikeluarkan. "Belanja-belanja untuk peralatan segera dikeluarkan. Ini sudah disediakan Rp70-an triliun seperti itu," ungkapnya.

Terakhir sebelum menutup pidatonya, Presiden Jokowi meminta semua pihak di pemerintahan melangkah dengan luar biasa dan tidak menjadikan peraturan yang ada sebagai sebuah halangan. Apalagi, dirinya mengaku siap untuk membuat Perppu selama untuk kepentingan rakyat dan untuk negara. 

"Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya. Sekali lagi, tolong ini benar-benar dirasakan kita semua. Jangan sampai justru ada hal yang mengganggu," katanya.

Dia juga mengaku siap membuka langkah politik maupun langkah pemerintahan agar segala kebijakannya bisa berjalan untuk menghadapi pandemi COVID-19.

Jokowi mengaku tak segan-segan melakukan reshuffle atau pergantian kabinet dan membubarkan lembaga yang tak bekerja dengan maksimal di tengah kondisi ini. "Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Udah kepikiran kemana-mana saya. Atau buat Perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan," tegasnya.

"Artinya tindakan-tindakan yang extraordinary keras akan saya lakukan. ... Saya betul-betul minta pada bapak, ibu, dan saudara sekalian mengerti, memahami apa yang tadi saya sampaikan. Kerja keras dalam suasana ini sangat diperlukan. Kecepatan dalam suasana ini sangat diperlukan," pungkasnya.