Wacana Penggantian Menteri di Tengah Pagebluk COVID-19
Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas (Foto: Sekretariat Kabinet RI)

Bagikan:

JAKARTA - Di tengah pagebluk COVID-19, sebuah survei menyatakan publik puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo namun tak puas dengan kinerja pemerintah pusat. Khususnya, kinerja para menteri di tengah Kabinet Indonesia Maju. Hal ini dianggap menjadi salah satu penanda Jokowi perlu mulai memikirkan soal reshuffle di kabinetnya.

Indikator Politik Indonesia mengeluarkan hasil survei mereka yang bertajuk 'Evaluasi Publik Terhadap Penanganan COVID-19, Kinerja Ekonomi, dan Implikasi Politiknya'. Hasil survei itu mencatat, kepuasaan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menurun di tengah penanganan pagebluk COVID-19 meski tidak signifikan.

"Kepuasan terhadap kerja Jokowi sekitar 66,5 persen sedikit menurun tapi tidak signifikan dibanding temuan sebelumnya, 69,5 persen," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun Facebook Indikator Politik Indonesia, Minggu, 7 Juni.

Burhanuddin memaparkan, survei pada Februari ini menjelaskan, sebanyak 11,9 persen responden merasa sangat puas terhadap kinerja Jokowi dan 57,6 persen menilai cukup puas. Selanjutnya, ada 26,1 persen responden yang merasa kurang puas atas kinerja Jokowi dan 2,0 persen merasa sama sekali tidak puas serta 2,3 persen tidak menjawab atau tidak tahu.

Sementara di bulan Mei, Indikator Politik Indonesia mencatat sebanyak 14,3 persen responden mengaku sangat puas dengan kinerja Jokowi dan 52,2 persen menilai cukup puas. Kemudian, 27,4 responden mengaku kurang puas dan 2,3 persen responden menyatakan mereka tidak puas sama sekali. Sisanya, sebanyak 3,8 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Meski tingkat kepuasaan terhadap kinerja Presiden Jokowi menurun, namun, Burhanuddin menjelaskan ada perbedaan antara kepuasan terhadap Jokowi dengan kinerja pemerintah pusat dalam menangani pagebluk ini.

"Kepuasan terhadap Pak Jokowi itu dipisahkan dengan pemerintah pusat. Jadi ada yang tetap puas dengan kinerja Pak Jokowi, tapi ada yang tidak puas dengan pemerintah pusat dalam penanganan COVID-19," ujar Burhanuddin.

Survei ini digelar pada 16-18 Mei 2020 dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Metode yang digunakan adalah wawancara melalui telepon dengan 1.200 responden dari seluruh Indonesia yang dipilih secara acak.

Politikus Partai Keadilaan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menganggap menarik survei tersebut. Sebab, meski kondisi ekonomi menurun di tengah pagebluk COVID-19 namun tingkat kepuasan masyarakat masih berada di atas angka 50 persen.

"Ini menarik. Kepuasan publik akan pemerintah pusat turun tapi ratingnya Pak Jokowi masih cukup tinggi. Ini tanda-tanda reshuffle makin dekat nampaknya," kata Mardani dalam konferensi pers yang sama. 

Dia menilai, masyarakat bisa saja banyak yang tidak puas dengan kinerja kementerian dalam penanganan virus ini. "Tetapi dengan kinerja Pak Jokowi tetap (puas) karena hadir terus, kerja terus," ungkapnya.

Perlu penyegaran kabinet

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio sepakat dengan Mardani, dan mengatakan Presiden Jokowi perlu mengganti para pembantunya di kabinet. Menurutnya, Kabinet Indonesia Maju butuh penyegaran dan penyesuaian di tengah pagebluk COVID-19.

"Sekarang kan ada pandemi, mesti diisi dengan orang yang tepat dengan situasi sekarang," kata Hendri ketika dihubungi VOI.

Menurutnya, Jokowi bisa mencontoh Winston Churchill yang merupakan Perdana Menteri Inggris. Hendri mengatakan, saat menjabat dan menghadapi perang, Winston membentuk kabinet perang. 

Dalam kabinet itu, sambung dia, Winston memilih menteri yang paham situasi perang. Begitu perang usai, kabinetnya lantas mengalami pergantian kembali sesuai dengan keadaan kala itu. "Nah, Pak Jokowi sekarang mestinya begitu," ungkapnya.

"Kan kabinet ini dibangun, dibentuk dengan kondisi yang biasa-biasa saja. Kondisi normal. Nah ini sekarang kondisinya, sudah kondisi 'the new normal'. Jadi memang harus ada penyegaran, harus dilakukan evaluasi," jelas Hendri.

Penyegaran dan evaluasi ini dinilai sangat penting. Selain untuk menyelesaikan permasalah di masa pagebluk, penyegaran ini bisa membantu Jokowi untuk melaksanakan janji-janji kampanyenya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin berpandangan Jokowi perlu mengganti atau melakukan reshuffle terhadap sejumlah menteri. Ada beberapa nama yang disebutnya pantas untuk diganti.

Mereka adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, dan beberapa menteri di bidang ekonomi. Menurutnya, menteri yang disebutkannya itu tak tanggap dalam menghadapi bencana non-alam ini.

"Penangan COVID-19 memang amburadul. Aturan banyak yang bertabrakan karena para menterinya membuat aturan yang aneh dan saling bertentangan," tegas Ujang.

Ujang menilai, Jokowi tak perlu menunggu wabah ini berakhir jika ingin mengevaluasi ataupun mengganti pembantunya. "Tak usah menunggu COVID berakhir. Kapan pun Presiden bisa mengganti menterinya yang tidak bekerja dengan baik," kata dia.

"Ketika banyak menteri yang tak bisa bekerja, reshuffle menjadi sebuah keniscayaan. Jika ada menteri yang kinerjanya memble dalam menangani corona, ya, ganti saja," pungkasnya.