Bagikan:

JAKARTA - Polda Metro Jaya meringkus dua orang yang membobol data situs PeduliLindungi untuk membuat surat sertifikat vaksin. Salah satu pelakunya merupakan staf Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara.

"Dua orang pelaku berbagi peran yang, satu sebagai petugas marketing menjual kepada masyarakat melalui akun Facebook dan setelah mendapatkan pesanan, pelaku berikutnya membuatkan," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran kepada wartawan, Jumat, 3 September.

Kedua tersangka yaitu FH (24) seorang karyawan swasta pemilik akun Facebook dengan nama Tri Putra Heru dan HH (30) selaku staf Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Dalam aksinya, tersangka HH yang merupakan otak kejahatan. Sebab, dia yang menawarkan pembuatan sertifikat vaksin.

"Setelah dilakukan komunikasi dengan akun facebook tersebut diketahui bahwa akun tersebut menjual sertifikat vaksin tanpa melalui vaksinasi dan bisa langsung terkoneksi PeduliLindungi dengan harga kartu satu sertifikat vaksin Rp 370 ribu," ungkap Fadil

Usai FH mendapatkan pelanggan, maka, data pemesan akan diberikan kepada tersangka HH. Dia akan mengambil data nomor induk kependudukan (NIK) melalui data BPJS\ yang terkoneksi dengan situs PeduliLindungi.

"Pelaku (HH) memiliki akses ke data kependudukan. pelaku memiliki akses lalu kemudian bekerjasama dengan rekannya untuk menjual kepada publik," kata Fadil.

"Setelah (HH) mendapatkan akses NIK kemudian yang bersangkutan membuat sertifikat vaksin dengan memanfaatkan password dan user name (pada PeduliLindungi)," sambung Fadil.

Dari hasil pemeriksaan diketahui jika kedua tersangka sudah menjual sebanyak 93 sertifikat vaksin.

Selain itu, polisi juga menangkap pemesan jasa sertifikat vaksin, yaitu AN (21) dan DI (30). Mereka diketahui memesan jasa itu untuk memenuhi syarat berkegiatan di masa pandemi COVID-19.

"Kedua ini berperan melakukan pembelian sertifikat tanpa divaksin kepada akun facebook yang saya sebutkan di atas. Tri Putra Heru dengan harga Rp 350 ribu rupiah yang satu dengan harga Rp 500 ribu rupiah," ujar Fadil.

Atas perbuatannya para tersangka diancam dengan pidana penjara 6 tahun dan denda sebanyak Rp 600 juta rupiah. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).

Serta disangkakan melanggar UU 32 Nomor 19 tahun 2016 tentang orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi mengulangkan menyembunyikan suatu informasi elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.