JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengapresiasi pemerintah Aceh, terutama jajaran Dinas Sosial Aceh yang berani mencoret penerima bantuan yang memang statusnya tidak layak, sehingga orang tersebut tidak lagi menerima bantuan sosial.
“Awalnya saya takut dan khawatir, karena banyak di daerah lain yang tidak berani mencoret penerima bansos yang memang sudah tidak layak menerima. Tapi di sini saya bersyukur mereka berani,” ujar Risma dikutip Antara, Kamis, 2 September.
Menurut Risma, keberanian Dinas Sosial Aceh, sangat membantu meningkatkan ketepatan sasaran dalam penyaluran bantuan sosial. Bantuan sosial tepat sasaran menjadi perhatian penting Risma dalam setiap kunjungannya ke daerah.
Risma mengatakan ketidaktepatan sasaran menimbulkan berbagai implikasi seperti mengusik rasa keadilan dan juga mengganggu ketertiban masyarakat. Seperti kasus di salah satu desa di Kabupaten Bolaang Mongondow dimana warga masyarakat berunjuk rasa ke kantor desa karena kepala desa menerima bansos.
Risma kembali menekankan bahwa Pemda diberikan kewenangan oleh undang-undang (UU) untuk memasukkan atau mengeluarkan seseorang dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). UU No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin mengatur kewenangan peran pemerintah daerah dalam proses pemutakhiran data.
"Kewenangan memasukkan atau mengeluarkan nama seseorang dari DTKS merupakan kewenangan pemda. Saya minta dinas sosial dan jajaran pemda terkait agar mengawal secara serius pemutakhiran data, kalau memang tidak layak, harus berani mengeluarkan mereka dari data penerima bantuan," kata dia.
Dalam kunjungan ke Aceh, Kamis, Risma mengecek proses penyaluran bantuan sosial. Berdasarkan laporan dari dinas sosial, kondisi geografis Aceh yang banyak terdapat sungai dan sebagian merupakan lautan, menjadi tantangan tersendiri dalam penyaluran bansos.
Menghadapi tantangan alam, Mensos pun memberikan solusi dengan menginstruksikan jajaran Kemensos bersama Bank Syariah Indonesia (BSI) jemput bola agar penerima bansos tidak kesulitan mencairkan uangnya.
“Bisa kita bayangkan kalau ada PM dari Pulau Aceh harus menempuh perjalanan jauh menuju fasilitas ATM BSI, maka solusinya BSI saat memberikan kartu sekaligus mencairkan uang dan PM tidak perlu ke mana-mana apalagi harus pergi jauh menuju kota,” katanya.
BACA JUGA:
Berdasarkan informasi yang berkembang dalam pertemuan tersebut, penyaluran bansos menghadapi beberapa tantangan di antaranya buku tabungan yang hilang, kartu yang belum terdistribusi dan juga rekening yang diblokir. Mensos menekankan agar hal tersebut bisa diselesaikan secepatnya.
“Hari ini sudah clear dan saya minta data yang masih terblokir hari ini dibuka. Untuk KPM PKH yang sudah graduasi silakan pemerintah daerah mengusulkan penggantinya,” kata Mensos.
Pada kunjungan tersebut, Mensos menyapa dan memotivasi para anak yatim, agar mereka selalu belajar, tidak putus asa, tetap bersemangat untuk menggapai cita-cita mereka di kemudian hari. Mensos juga menyerahkan bantuan Atensi dan bantuan stimulan untuk kewirausahaan sosial.
Bantuan kepada anak yatim dan kelompok rentan diberikan melalui Direktorat Jenderal Rehabiltasi Sosial diberikan bantuan Atensi bagi anak 32 yatim, piatu, yatim piatu yang ditinggal orang tuanya karena COVID-19 sebesar Rp7.100.000, sebanyak 34 anak yang membutuhkan perlindungan khusus senilai Rp36.000.000, penyandang disabilitas bagi 98 penerima senilai Rp83.440.000, serta 14 eks gelandangan dan pengemis senilai Rp17.870.000.
Dari Balai Melati Jakarta diserahkan bantuan sosial bagi penyandang disabilitas rungu wicara, yang digunakan untuk wirausaha kedai kopi barista bagi 15 anak, sebesar Rp38.400.000, dan dari Balai Insaf Medan diserahkan bantuan sosial korban penyalahgunaan NAPZA bagi 15 orang dengan nilai Rp900.000 per orang.