JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini menanggapi temuan kepala desa di Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara yang mendapat bantuan sosial (bansos) tunai.
Risma menganggap, ketidaktepatan sasaran penerima bansos seperti menyasar Kepala Desa Ambang Dua, Kecamatan Bolaang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah (pemda) setempat.
"Pemda dan jajarannya sampai tingkat desa/kelurahan memiliki kewenangan penuh menentukan siapa yang layak menerima bantuan dan siapa yang tidak," kata Risma dikutip dalam laman resmi Kementerian Sosial, Kamis, 2 Agustus.
Risma menjelaskan, pemutakhiran penerima bantuan yang terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penanganan Fakir Miskin.
Dalam aturan tersbeut, pemutakhiran DTKS menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini termuat pada Pasal 8, 9, dan 10 yang pada intinya mengamanatkan, pemutakhiran data merupakan proses berjenjang yang ditugaskan kepada pemerintah kabupaten/kota.
“Pemutakhiran DTKS itu kewenangan daerah sesuai ketentuan dalam UU Nomor 13/2011. Prosesnya dimulai dari musyawarah desa atau musyawarah kelurahan. Lalu secara berjenjang naik ke atas," ungkap Risma.
“Jadi, memang Kementerian Sosial tidak melakukan pendataan langsung. Kementerian Sosial tugasnya menetapkan data yang proses pemutakhiran datanya dilakukan oleh daerah. Masalahnya, masih ada pemerintah kabupaten/kota yang kurang atau bahkan tidak aktif melaksanakan pemutakhiran,” lanjutnya.
BACA JUGA:
Dalam kasus ini, Jajaran Kementerian Sosial telah mengecek dan memastikan nama Kepala Desa Ambang Dua Sangadi memang tercantum sebagai penerima bantuan sosial tunai (BST).
Kini, Kemensos telah mengeluarkan nama yang bersangkutan dari daftar nama penerima. Untuk itu, Risma mengingatkan kembali pemda dan jajarannya untuk aktif dan mengawal dengan sungguh-sungguh proses pemutakhiran data.
"Data kemiskinan itu kan dinamis. Ada yang pindah, meninggal dunia, ada yang mungkin sudah meningkat ekonominya sehingga tidak layak lagi menerima. Ada juga penerima dari kalangan dekat dengan kepala desa. Nah, kasus di Bolmo ini malah kepala desanya sendiri. Maka memang harus dikawal terus," tegasnya.