JAKARTA - Lonjakan gas radioaktif terdeteksi di wilayah Skandinavia. Diduga lonjakan ini berasal dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di barat Rusia. Hal ini bukan kali pertama terjadi setelah pasca terjadinya bencana meledaknya reaktor nuklir Chernobyl.
Seperti diwartakan Associated Press, analisis itu datang dari badan kesehatan Belanda. Mereka mengatakan lonjakan radioaktif itu mengindikasikan adanya kerusakan pada elemen bahan bakar nuklir di PLTN Russia.
Operator PLTN Rusia, Rosenergoatom, membantah adanya adanya keterkaitan dengan pembangkit yang ada di Kola dan Leningrad. Pernyataan itu diwartakan kantor berita Rusia, TASS.
Selain itu, beberapa agen pengawas Skandinavia juga mendeteksi adanya peningkatan kadar radionuklida atau isotop radioaktif. Radionuklida adalah atom yang nukleusnya tidak stabil. Sementara kelebihan energi dalam nukleus akan dilepaskan melalui peluruhan radioaktif.
Peningkatan konsentrasi radionuklida seperti cesium-134, cesium-137 dan ruthenium-103 terdeteksi di Finlandia, selatan Skandinavia dan Arktik. Lassina Zerbo, Sekretaris Eksekutif dari Organisasi Perjanjian Uji Nuklir bilang meskipun ini tidak membahayakan manusia, zat tersebut merupakan produk sampingan dari fisi nuklir.
"Radionuklida itu buatan manusia. Komposisi nuklida dapat mengindikasikan kerusakan pada elemen bahan bakar di pembangkit listrik tenaga nuklir," kata seorang pejabat di Institut Nasional Kesehatan Masyarakat dan Lingkunan, Belanda dikutip Live Science. Namun, karena pengukurannya sedikit, lembaga pemantau tidak bisa mengidentifikasi dari mana zat itu berasal.
Bukan kali pertama
Lonjakan radioaktif yang terjadi secara tiba-tiba ini membangkitkan ingatan pada peristiwa peledakan reaktor nuklit Chernobyl, bencana nuklir terbesar dalam sejarah. Beberapa hari setelah kejadian itu, sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir di Swedia mendeteksi adanya lonjakan radioaktif. Setelah itu barulah bencana yang terjadi 1986 terbongkar ke mancanegara.
Beberapa tahun kemudian, sebuah awan yang mengandung radioaktif kembali terdeteksi di Eropa. Kejadian itu kembali dikaitkan dengan pembangkit listrik Rusia.
BACA JUGA:
Sementara itu tiga tahun lalu, ditemukan sebuah material yang memiliki kandungan ruthenium-106 1000 kali lipat dari kadar nnormal di Eropa. Lagi-lagi hal itu merujuk pada pabrik pemrosesan ulang nuklir di Rusia menurut sebuah studi dari jurnal National Academy of Sciences.