BPIC Samarinda Kaltim Tolak Vaksin AstraZeneca karena Tripsin Babi, Ini Respons Kemenkes 
ILUSTRASI/ANTARA FOTO

Bagikan:

SAMARINDA - Ketua Umum Badan Pengelola Islamic Center (BPIC) Samarinda, Kalimantan Timur Awang Dharma Bakti menolak penggunaan vaksin COVID-19 produk AstraZeneca, karena vaksin itu memanfaatkan tripsin yang disebut Awang berasal dari babi.

Awang menolak vaksin tersebut karena berpedoman pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin AstraZeneca adalah haram.

Menurutnya, penolakan dilakukan karena dalam tahap proses produksi AstraZeneca memanfaatkan tripsin berasal dari babi, hari ini ia telah melayangkan surat resmi kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda mengenai penolakan penggunaan vaksin Astrazeneca.

"Surat penolakan yang kami ajukan ke Dinas Kesehatan Samarinda hari ini dengan nomor 103/BPIC-SET/VIII/2021. Penolakan kami lakukan karena merujuk Fatwa MUI, sehingga untuk sementara kami membatalkan vaksinasi massal di Islamic Center," katanya.

Dia menyatakan, dalam pembicaraan awal dengan Dinas Kesehatan Kota Samarinda, pihaknya dijanjikan vaksin yang akan disuntikkan adalah jenis Moderna, namun informasi terakhir dari petugas yang ia peroleh ternyata AstraZeneca.

Bagaimana respons Kementerian Kesehatan? 

“Sudah ada fatwa MUI bahwa vaksin AstraZeneca sifatnya mubah, artinya tetap bisa digunakan dalam keadaan darurat sebagai bagian dari ikhtiar,” kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi dikonfirmasi VOI, Kamis, 26 Agustus. 

Sebelumnya Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang fatwa Asrorun Niam Sholeh  menjelaskan ada lima dasar yang dipergunakan MUI dalam memberikan izin penggunaan Vaksin COVID-19 produk AstraZeneca yang diproduksi di SK Bioscience Co.Ltd., Andong, Korea Selatan. 

“Dasar pertama pada saat ini dibolehkan (mubah) karena ada kondisi kebutuhan mendesak (hajah syar’iyyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iy (dlarurah syar’iyyah). Kemudian ada keterangan ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya (risiko fatal) jika tidak segera divaksinasi COVID-19,” jelasnya dikutip dari laman covid19.go.id.

“Dasar selanjutnya, ketersediaan vaksin COVID-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 dalam rangka ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok. Lalu adanya jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah, serta pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin COVID-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia,” ujar Asrorun Niam

Semua ketentuan tertuang di dalam Fatwa MUI Nomor 14 tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan vaksin COVID-19 produk AstraZeneca. “Saatnya sekarang bersatu dan hindari polemik yang tidak produktif,” pesannya pada Maret 2021.