<i>Update</i> COVID-19 Per 27 Juni: Kasus Paling Tinggi dari Jawa Timur, Disusul Jakarta dan Jawa Tengah
Juru Bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto (Foto: Humas BNPB)

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan jumlah penambahan kasus COVID-19 di Indonesia masih terus bertambah. Pada hari ini, dari 21.580 spesimen yang diperiksa, terdapat penambahan kasus positif COVID-19 sebanyak 1.358 orang. 

"Dari hasil pemeriksaan spesimen ini kita dapatkan penambahan kasus konfirmasi positif sebanyak 1.385 orang sehingga totalnya 52.812 orang," kata Yurianto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Sabtu, 27 Juni.

Dari kasus itu, Jawa Timur masih berada di peringkat pertama penyumbang terbanyak. Per hari ini, Jatim menyumbangkan 277 kasus baru dan mencatatkan angka pasien sembuh sebanyak 190 orang.

Selanjutnya, DKI Jakarta ada 203 kasus baru dan 68 pasien dinyatakan sembuh. Dilanjutkan dengan Jawa Tengah yang melaporkan 197 kasus baru dan 22 orang dinyatakan sembuh, Sulawesi Selatan mencatatkan 146 kasus baru dan 41 kasus sembuh, dan terakhir Bali. Pulau Dewata ini mencatatkan 106 kasus baru dan 21 orang dinyatakan sembuh.

"Hari ini ada 18 provinsi melaporkan penambahan kasus di bawah 10 namun ada empat provinsi yang melaporkan tidak ada penambahan kasus baru sama sekali," ungkapnya.

Adapun pasien yang dinyatakan sembuh pada hari ini jumlah mencapai 576 orang, sehingga secara kumulatif jumlahnya mencapai 21.909 orang. Sementara yang meninggal dunia jumlahnya mencapai 37 orang sehingga totalnya mencapai 2.720 orang.

Untuk orang dalam pengawasan (ODP) saat ini jumlahnya mencapai 40.541 orang. Sedangkan pasien dalam pengawasan (PDP) jumlahnya mencapai 13.522 orang.

Berkomunikasi dengan Dinas Kesehatan

Masih tingginya angka penularan COVID-19 di sejumlah wilayah membuat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 melakukan komunikasi dengan Dinas Kesehatan di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam komunikasi tersebut, Gugus Tugas mengingatkan Dinas Kesehatan harus melakukan intervensi penyebaran virus ini secara cepat.

"Kami menyampaikan kepada mereka bahwa ini harus dilakukan intervensi yang lebih cepat lagi. Bukan hanya terkait banyaknya kasus, tapi terkait tingginya jumlah kasus per 100 ribu orang, kemudian bisa direpresentasikan sebagai risiko ancamanan tertular di beberapa daerah masih tinggi," ungkap Yurianto.

Dia mengatakan, masih tingginya penambahan kasus disebabkan oleh adanya sumber penularan di tengah masyarakat. Sumber penularan ini, sambung Yurianto, adalah orang yang sakit, terinfeksi, dan berpotensi menularkan virus kepada orang lain namun tidak melakukan isolasi secara baik.

Selain itu, orang-orang ini juga bisa saja enggan menggunakan masker dan diperparah dengan orang di sekitar mereka yang tak menjalankan protokol kesehatan.

"Ini beberapa kendala yang kami dapatkan. Oleh karena itu, kembali lagi permasalahan pemutusan rantai penularan ini adalah masalah yang ada di tengah masyarakat," tegasnya.

Dia mengatakan, masyarakat yang terjangkit virus corona harusnya melaksanakan isolasi mandiri atau bahkan dirawat di rumah sakit. Menurut dia, pasien yang mendapat perawatan di rumah sakit lebih aman ketimbang mereka yang melakukan isolasi secara mandiri.

"Namun bukan berarti semua yang diperiksa harus dirawat di rumah sakit. Ada beberapa yang kita harapkan bisa melaksanakan kegiatan mandiri melakukan isolasi. Namun, jika diyakini tidak bisa dilakukan maka akan kita lakukan di rumah sakit," katanya.

"Inilah yang kemudian menjadi penyebab beberapa kapasitas di rumah sakit menjadi sangat penuh," pungkasnya.