JAKARTA - Di tengah pelonggaran berbagai daerah dalam leveling PPKM banyak diartikan bahwa kondisi COVID-19 mulai membaik. Namun, yang harus diingat, angka kematian COVID-19 masih tinggi.
Presiden Joko Widodo memang sudah menginstruksikan jajarannya untuk segera mengidentifikasi kasus COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri untuk menjalani isolasi terpusat demi menghindari perburukan kondisi. Sayangnya, bukan cuma itu solusinya.
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menganggap angka kematian merupakan satu data yang penting karena banyak faktor yang melatarbelakanginya.
"Angka kematian kasus COVID-19 itu merefleksikan strategi di hulu sampai di hilir, termasuk juga kualitas dan kuantitas program intervensi dan dukungan dari banyak sektor," kata Dicky kepada VOI, Rabu, 25 Agustus.
Pemerintah, kata Dicky, perlu menelaah secara detail penyebab tingginya kasus kematian. Berdasarkan analisisnya, Dicky menganggap banyak kasus COVID-19 meninggal akibat tak mau menjalani isolasi terpusat saat terkonfirmasi positif.
Namun, solusi yang diambil pemerintah tak bisa cuma membawa pasien tersebut untuk diisolasi. Sebab, mereka punya pertimbangan lain untuk tidak mengikuti isolasi, salah satunya kebutuhan ekonomi.
"Misalnya ada pasien yang enggan isolasi terpusat, bisa jadi ada support yang tidak tersedia. Dia sebagai tulang punggung keluarga. Ketika dia isolasi terpusat, siapa yang mencari penghasilan? Itu kan harus dipikirkan," tutur Dicky.
Karenanya, dukungan untuk menunjuang kebutuhan hidup keluarga dari pasien isolasi tersebut juga mesti dipikirkan pemerintah. "Kalau itu tidak ada dukungan, dia tidak akan mau. Sehingga itulah sebabnya satu angka kematian itu valuable, sangat penting dan harus jadi studi kasus," ucap dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengaku kasus kematian COVID-19 di Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Bahkan, tingkat kematian kasus COVID-19 di Indonesia saat ini sebesar 3,2 persen. Angka ini lebih tinggi dari tingkat kematian COVID-19 dunia sebesar 2,09 persen.
"Masih tingginya penambahan kematian di Indonesia menyebabkan kenaikan Indonesia menduduki peringkat kesembilan kematian kumulatif tertinggi di dunia," kata Wiku dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 24 Agustus.
BACA JUGA:
Wiku menuturkan, per tanggal 22 Agustus, jumlah kematian mingguan di Indonesia sebesar 8.784 kasus atau masih lebih dari 1000 kematian per harinya.
Hampir semua provinsi masih mengalami kenaikan angka kematian COVID-19. Penurunan angka kematian COVID-19 pada minggu ini hanya di Provinsi Kalimantan Tengah yang turun 0,03 persen.
Sementara, dari 33 provinsi yang mengalami kenaikan angka kematian, paling tinggi berada di Jawa Tengah dengan kenaikan 0,32 persen, Lampung 0,3 persen, Gorontalo 0,3 persen, Bali 0,23 persen, dan Bengkulu naik 0,17 persen.
"Hal ini menunjukkan bahwa secara umum problematika kematian nasional akibat COVID-19 masih menjadi tantangan yang belum terselesaikan," ucap Wiku.