JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta semua pihak menahan diri untuk berkomentar terkait pelibatan narapidana tindak pidana korupsi dalam program sosialisasi pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kata Arsul masyarakat sebaiknya melihat lebih dulu penerapannya baru berkomentar.
"Hemat saya kita lihat dulu belum apa-apa juga sudah kita reaksi negatif. Nanti, kalau ternyata program itu hanya lip service baru kita kritisi bahwa itu tidak efektif dan lain sebagainya," kata Arsul kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 24 Agustus.
Dia kemudian menyebut program semacam ini sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh komisi antirasuah saja. BNPT, kata Arsul, juga telah melaksanakan program serupa dengan melibatkan mantan narapidana terorisme untuk mencegah penyebaran paham radikalisme.
"Ini kenapa kok enggak dikritisi, kenapa kalau korupsi kok pasti dikritisi," ungkap politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Karenanya, Arsul meminta semua pihak termasuk pegiat antikorupsi untuk selalu terbuka dengan berbagai kemungkinan dalam proses kerja pemberantasan korupsi. Ia mengatakan semua pihak boleh menyampaikan kritik tapi harus proporsional.
"Jangan segala sesuatu dianggap negatifnya saja," ujarnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati mengatakan narapidana tindak pidana korupsi nantinya bukan menjadi penyuluh antikorupsi. Ia mengatakan nantinya hanya diminta memberi testimoni tentang pengalamannya.
Hal ini disampaikan untuk menjawab polemik penyuluhan antikorupsi yang dilakukan oleh para napi korupsi yang belakangan ini ramai disoroti masyarakat.
"Mereka tidak serta merta menjadi penyuluh antikorupsi melainkan para narapidana ini akan diminta memberikan testimoni tentang pengalamannya selama menjalani proses hukum, baik dampaknya pada diri sendiri, keluarga, maupun dalam kehidupan sosialnya," kata Ipi kepada wartawan yang dikutip Senin, 23 Agustus.
Dengan berbagi testimoni tersebut, para narapidana koruptor tersebut diharap dapat memberikan pelajaran bagi masyarakat sehingga jejak mereka tak akan diikuti oleh siapapun.
Ipi mengatakan saat ini hanya ada tujuh narapidana dari Lapas Sukamiskin, Bandung dan Lapas Tangerang yang lolos skrining untuk dimintai testimoninya dalam program ini. Mereka terpilih setelah pemetaan dilakukan psikolog terhadap narapidana yang masa tahanannya sudah hampir berakhir.
Pemetaan dilakukan melalui metode komunikasi dua arah, mengenali kepribadian, analisis gesture, vibrasi suara, goresan tulisan, dan lainnya. Hal ini bertujuan untuk mendapat data narapidana yang bersedia dan dapat dilibatkan dalam program antikorupsi.
Lagipula, Ipi menyebut siapapun tanpa terkecuali punya kesempatan untuk ikut mencegah terjadinya perilaku korup dan memberantasnya. Tak terkecuali para narapidana kasus korupsi.
"Tidak ada kelompok masyarakat yang ditinggalkan dalam program pemberantasan korupsi. Sebab, seluruh masyarakat dapat berperan serta memberantas korupsi sesuai dengan kapasitas masing-masing termasuk mantan narapidana korupsi," tegasnya.