70 Tahun Peringatan Gencatan Senjata, Hubungan Korut-Korsel Masih Panas Dingin
Kim Jong-un dan Moon Jae-in (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah 70 tahun Perang Korea berlalu, perjanjian damai secara resmi untuk mengakhiri konflik nampaknya masih menjadi impian. Kedua Korea melakukan peringatan 70 tahun Perang Korea di tengah meningkatnya ketegangan antarnegara.

Melansir Reuters, Kamis, 25 Juni, Perang Korea yang berlangsung 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata daripada perjanjian damai. Hal tersebut membuat pasukan PBB yang dipimpin Amerika Serikat (AS) secara teknis masih berperang dengan Korea Utara (Korut). Para pemimpin Korea Selatan (Korsel) pada 1953 menentang gagasan gencatan senjata yang membuat kedua Korea benar-benar terpisah.

Veteran perang Korsel dijadwalkan berkumpul untuk memperingati peringatan gencatan senjata tersebut, termasuk pada satu acara di mana Presiden AS Donald Trump dan para pemimpin internasional lainnya diharapkan untuk menyampaikan pesan lewat video. Sementara itu, surat kabar partai yang berkuasa di Korut memuat komentar agar masyarakat mengikuti jejak orang-orang yang berjuang untuk membela negara.

"Beberapa dekade telah berlalu, tetapi bahaya perang tidak pernah meninggalkan tanah ini," kata surat kabar itu, menyalahkan "pasukan musuh" karena berusaha menghancurkan Korut.

Dua tahun lalu, sebuah diplomasi dan pertemuan puncak antara pemimpin Korut Kim Jong-un dan presiden AS, Korsel, dan China membangkitkan harapan. Bahkan jika persenjataan nuklir Korut tidak dikurangi, para pihak mungkin sepakat untuk secara resmi mengakhiri keadaan teknis perang.

Namun harapan-harapan itu telah pupus, Korut menuduh AS dan Korsel berpegang teguh pada kebijakan yang memusuhi Korut. AS pun terus menekan Korut untuk meninggalkan persenjataan senjata nuklir dan rudal jarak jauhnya yang semakin besar.

Serangkaian pertemuan lanjutan dan pembicaraan tingkat tinggi gagal menutup kesenjangan antara kedua pihak. Korut telah mengambil sikap yang semakin konfrontatif, melanjutkan peluncuran rudal jarak pendek, meledakkan kantor penghubung antar-Korea, dan memutuskan hotline komunikasi dengan Korsel.

Namun pada Rabu 24 Juni, Korut memutuskan untuk menunda rencana tindakan militer terhadap Korsel. Meski demikian Korut memperingatkannya Korsel agar berpikir dan berperilaku bijak.

Sejarawan memperkirakan perang Korea telah menyebabkan 1 juta kematian anggota militer dan menewaskan beberapa juta warga sipil. Ribuan keluarga terbagi ketika Zona Demiliterisasi (DMZ) yang dijaga sangat ketat memotong semenanjung Korea menjadi dua.

“Keadaan Perang Korea yang belum terselesaikan telah memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi Korea, dari pemisahan ribuan keluarga hingga militerisasi ekstrim Semenanjung Korea,” kata Christine Ahn, koordinator internasional untuk WomenCrossDMZ, sebuah kelompok yang mengadvokasi perdamaian di Korea.

Terlepas dari kekhawatiran dari banyak orang, para pejabat Korsel akan mendorong lebih keras untuk mengakhiri pengaturan gencatan senjata. Hal tersebut dengan mengatakan bahwa pihaknya menghargai peran Komando PBB dan harus berkembang seiring waktu.

"Sudah waktunya bagi Korea untuk mengambil panggung utama dalam menjaga perdamaian dan keamanannya sendiri, dengan mengakhiri keadaan gencatan senjata saat ini dan membangun rezim perdamaian permanen di semenanjung Korea," kata Wakil Menteri Luar Negeri Korsel Cho Sei-young.