JAKARTA - Korea Selatan mendesak Rusia untuk segera menghentikan kerja sama militer dengan Korea Utara, menyusul perjanjian terbaru yang ditandatangani Moskow dan Pyongyang untuk saling memberi bantuan militer jika salah satu negara diserang.
Wakil Menteri Luar Negeri Pertama Kim Hong-kyun menegaskan sikap Korsel tersebut kepada Duta Besar Rusia untuk Korsel Georgy Zinoviev di Seoul, Jumat, 21 Juni.
Kim menekankan Rusia harus bertindak secara bertanggung jawab dan mengatakan bahwa Korsel, bersama masyarakat internasional, akan menangani dengan tegas setiap tindakan yang mengancam keamanan.
"Karena situasinya sudah pada titik di mana Korea Utara tidak akan ragu untuk menggunakan senjata nuklir," kata Kemlu Korsel, mengutip pernyataan Kim dilansir ANTARA.
Kim juga mengatakan Rusia, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, melanggar resolusi DK PBB.
Dengan mendukung Korut secara langsung atau tidak langsung melalui peningkatan persenjataan Pyongyang, ujar Kim, pasti berdampak negatif pada hubungan bilateral Rusia dengan Korsel.
Kementerian Luar Negeri Korsel memanggil Dubes Rusia untuk mengajukan protes atas perjanjian yang ditandatangani Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korut Kim Jong Un dalam pertemuan puncak di Pyongyang, Rabu (19/6).
Perjanjian tersebut mengatur bantuan militer dan bantuan lainnya dari satu pihak ke pihak lain dengan segala cara dan tanpa penundaan, jika salah satu negara diserang atau berada dalam kondisi perang.
Pasal 4 perjanjian tersebut dianggap menjamin intervensi militer jika terjadi serangan terhadap salah satu negara, ketentuan yang memulihkan aliansi era Perang Dingin, 28 tahun setelah perjanjian pertahanan bersama antara Rusia dan Korut dibatalkan pada 1996.
Menanggapi permintaan Pemerintah Korsel, Zinoviev mengatakan segala upaya untuk "mengancam dan memeras" Rusia tidak dapat diterima.
Ia pun mengatakan melalui unggahan di akun X Kedubes Rusia di Seoul bahwa kerja sama Rusia dengan Korut tidak ditujukan terhadap negara ketiga.
Zinoviev mengatakan kerja sama tersebut berkontribusi pada penguatan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dan bahwa negaranya mematuhi prinsip dan norma hukum internasional.
Dia pun menegaskan Rusia tetap berkomitmen untuk membangun kerangka kerja untuk "perdamaian dan stabilitas jangka panjang di kawasan tersebut berdasarkan prinsip keamanan yang tidak dapat dibagi."
BACA JUGA:
Pasokan senjata ke Ukraina
Secara terpisah, penasihat keamanan utama Korsel Chang Ho-jin mengatakan bahwa Seoul akan mempertimbangkan kembali kebijakannya terkait pasokan senjata ke Ukraina.
Korsel sejauh ini mempertahankan kebijakannya untuk hanya menyediakan bantuan yang tidak berakibat mematikan ke Kiev.
Presiden Rusia Vladimir Putin, yang sedang dalam kunjungan kenegaraan ke Vietnam, memperingatkan akan "kesalahan yang sangat besar" jika Korsel menyediakan senjata mematikan ke Ukraina.