JAKARTA - Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengusulkan anggaran sebesar sebesar Rp1,881 triliun untuk 2021. Adapun pagu indikatif KPK untuk tahun tersebut sebesar Rp955,08 miliar, sehingga ada penambahan sebesar Rp925,8 miliar.
"Kami lakukan kerja keras sehingga Indonesia bebas korupsi. Anggaran yang kami butuhkan Rp1,881 miliar," kata Firli dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI yang ditayangkan di akun Facebook DPR RI, Kamis, 25 Juni.
Firli mengatakan anggaran tersebut akan digunakan untuk menjalankan 4 program pada 2021. Empat program yang dimaksud adalah program dukungan manajemen yang membutuhkan anggaran sebesar Rp1,595 miliar; program pendidikan masyarakat dan peningkatan peran serta masyarakat sebesar Rp155 miliar; program pencegahan dan mitigasi korupsi Rp105 miliar; dan penindakan yang membutuhkan anggaran sebesar Rp65,6 miliar.
Selain itu, Firli mengatakan, anggaran ini juga dibutuhkan untuk alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) sesuai dengan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Berkaca dari sejumlah kebutuhan tersebut, KPK mengajukan penambahan anggaran sebesar Rp925,8 miliar dan sudah disampaikan melalui surat permohonan kepada Komisi III DPR RI, Badan Anggaran DPR RI, Ketua DPR RI, dan Menteri Keuangan.
BACA JUGA:
Dia sangat berharap pengajuan usulan penambahan anggaran ini bisa dikabulkan. "Sehingga upaya kita, strategi kita, pendekatan kita memberantas korupsi bisa berjalan lancar, integral holistik, dan berkelanjutan," ungkapnya.
Menanggapi permintaan tersebut, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, partainya siap mendukung dan memperjuangkan penambahan anggaran tersebut.
Hanya saja dukungan tersebut bukannya tanpa syarat. Kata dia, setelah anggaran ini disetujui, KPK harus berfokus untuk mengusut kasus korupsi yang menimbulkan kerugian negara cukup besar. Alasannya, anggaran KPK untuk mengeksekusi satu perkara lebih besar daripada lembaga lain yang turut mengurusi tindak pidana korupsi, seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
"Kalau saya hitung dari mulai penyelidikan, tuntutan, dan eksekusi per perkara, kami hitung satu perkara mencapai Rp350 juta," kata Arsul.
Sehingga, menurut dia, kurang tepat jika KPK hanya mengurusi kasus korupsi yang menimbulkan kerugian tidak begitu banyak atau bisa dibilang ecek-ecek.
Sehingga, dia meminta kasus kecil sebaiknya dilimpahkan ke lembaga penegak hukum lainnya."Kalaupun katakanlah ada OTT dan lain-lain, sebaiknya dilimpahkan ke yang lain," pungkasnya.