KPK Bahas Kenaikan Gaji Pimpinannya di Masa Pagebluk COVID-19
Firli Bahuri saat pelantikan sebagai Ketua KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rapat dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) soal kenaikan gaji pimpinannya.

Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengatakan, KPK ikut rapat tersebut untuk memenuhi undangan dari Kemenkumham. Dia membantah ketika disebutkan bahwa KPK yang mengambil inisiatif melakukan pertemuan tersebut.

"KPK tidak mengambil inisiatif untuk melakukan pertemuan tersebut. Tim di Kesetjenan KPK mengikuti rapat melalui vicon (video konferensi) pada tanggal 29 Mei untuk memenuhi undangan sebelumnya," kata Ali dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip pada Rabu, 10 Juni.

Ada beberapa poin yang dibahas dalam rapat tersebut. Pertama, mengenai surat dari Kemenkumham kepada KementrianPAN-RB masih menggunakan nomenklatur Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perubahan sehingga RPP tersebut akan menjadi RPP Penggantian.

Selanjutnya, terkait draf RPP Penggantian juga belum ada kajian akademis mengenai jumlah besaran gaji pimpinan KPK.

"Kajian akademik akan segera diserahkan kepada Kementerian Kumham agar bisa ditindaklanjuti dengan permintaan penilaian kepada KementrianPAN-RB," ungkap Ali.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menganggap, rapat tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri beberapa waktu lalu. Sebab, Firli pernah menyampaikan bahwa seluruh pimpinan KPK telah meminta usulan ini dibatalkan. 

"Hal ini sangat mungkin terjadi karena Pimpinan KPK tidak secara tegas menolak melakukan pembahasan kenaikan gaji mereka secara resmi, yang mana hal ini sudah merupakan wujud nyata dari konflik kepentingan," kata Kurnia.

Dia menegaskan, pembahasan kenaikan gaji dengan pihak Kemenkumham menimbulkan potensi kuat terjadinya konflik kepentingan.

Lagipula, kenaikan gaji ini tidak sesuai dengan kinerja para pimpinan di era Firli Bahuri, cs. Apalagi, beberapa waktu yang lalu, lembaga survei Indikator Politik Indonesia menyatakan, tingkat kepercayaan publik pada KPK menurun dari 81,3 persen menjadi 74,3 persen.

"Tentu hal ini tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan Firli yang minim akan prestasi, masyarakat terlalu banyak dihadapkan dengan serangkaian kontroversi KPK," ujar Kurnia.

Selain itu, di tengah pagebluk seperti ini rasanya kurang tepat jika pimpinan lembaga antirasuah ini malah mendapat kenaikan gaji. Apalagi, penanganan virus ini butuh alokasi dana yang besar dan bukan saatnya bagi pimpinan KPK kenaikan gaji.

Kurnia mengingatkan, pembahasan kenaikan gaji ini sangat bertolak belakang dengan pesan moral KPK. Sebab, lembaga ini kerap menyuarakan pola hidup sederhana yang ada dalam 9 nilai integritas.

"Mengingat gaji Pimpinan KPK saat sudah tergolong besar, yakni Rp123 juta bagi Ketua KPK dan Rp112 juta bagi Wakil Ketua KPK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan, Kedudukan, Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, tentu menjadi tidak tepat jika Pimpinan KPK terus ‘mengemis’ untuk mendapatkan kenaikan gaji," ungkapnya.

Berkaca dari poin-poin tersebut, ICW menuntut lima Pimpinan KPK menunjukkan sikap dengan menolak secara resmi pembahasan kenaikan gaji.

"Jika Pimpinan KPK hendak membahas hal tersebut, agar tidak menimbulkan konflik kepentingan, kebijakan itu baru bisa berlaku bagi Pimpinan KPK berikutnya," pungkasnya.

Terkait