Pola Penyaluran Bansos Dianggap KPK Masih Bermasalah
KPK/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sistem pengadaan bantuan sosial (bansos) sebenarnya sudah baik. Hanya saja, masalah yang kini terjadi justru pada pola penyalurannya yang masih buruk.

"Jangan bicara tentang impact (dampak). Bicara tepat sasaran saja selama ini kita masih kebingungan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam acara diskusi daring yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 18 Agustus.

Dia mengatakan sejak awal masalah pengadaan bansos ini sebenarnya terletak pada data. Pemerintah, kata Ghufron, hingga saat ini dianggap belum menemukan formula yang manjur untuk menentukan siapa pihak yang perlu diberi bantuan.

Karenanya, dia berpesan validitas data perlu diperkuat saat ini demi menentukan siapa yang berhak menerima bantuan terutama di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini. Adapun cara yang harus dilakukan adalah dengan menyatukan data kependudukan yang ada di kementerian maupun lembaga.

Ghufron mengatakan, jika data ini tidak disatukan maka yang terjadi di lapangan adalah penerimaan bantuan secara ganda. Apalagi, biasanya tiap kementerian atau lembaga punya standar yang berbeda untuk masyarakat yang dianggap berhak menerima bantuan.

"Kadang dalam satu Kementerian memiliki pemandangan atau status warga negara itu dalam banyak hal, sehingga mengakibatkan kadang duplikasi sehingga ada sebagian masyarakat yang bahkan mungkin tidak dapat gara-gara ada banyak duplikasi," ujarnya.

Ghufron berharap setelah data penerima bantuan ini saling terintegrasi dan terverifikasi, pemerintah bisa memberikan bantuan dan tak perlu melakukan pendataan berkali-kali apalagi di tengah krisis semacam ini.

Selain itu, penyatuan data penerima bantuan yang telah terverifikasi ini bisa menutup celah untuk terjadinya tindak korupsi dan lebih tepat sasaran. "Uang rakyat bukan hanya tidak dikorup tapi uang rakyat yang dibelanjakan oleh pemerintah akan tepat sasaran sehingga efek dan impact yang diharapkan bisa terasa dan kita bisa ukur," tegas Ghufron.

"Kalau data tidak tepat maka efek dan impact yang diharapkan sulit untuk mengukurnya," pungkasnya.