Solusi Naikan Daya Beli Masyarakat, JK: Berikan BLT
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla 9 (Foto: twitter @husainabdullah1)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menyatakan, bantuan sosial bagi masyarakat terdampak pandemi COVID-19 sebaiknya berupa uang tunai atau bantuan langsung tunai (BLT) saja. 

Sebab, pemberian uang secara langsung dianggap bisa membantu jalannya roda perekonomian sekitar dan menaikkan daya beli masyarakat. 

"Orang daya belinya menurun, maka harus ditingkatkan daya belinya. Dengan memberikannya bantuan langsung tunai, cash. Supaya dia membeli sesuatu. Kalau BLT, di wilayah bersangkutan bisa hidup. Membeli beras di warung-warung sana, membeli mungkin ikan," kata JK dalam sebuah diskusi Webinar, Selasa, 19 Mei.

Menurut Wakil Presiden ke-12 ini, menduga bila bantuan sosial di tengah pandemi COVID-19 hanya berupa sembako, bisa saja tak semua kebutuhan masyarakat tak terpenuhi.

"Mungkin dia tak butuh tepung terigu, mungkin dia tidak butuh gula tapi dia butuh beras, butuh apa (menyesuaikan kebutuhan, red)," jelas dia.

Sehingga, dia menilai masyarakat sebaiknya diberikan bantuan secara tunai saja. Apalagi, berdasarkan pengalamannya di tahun 2005 yang lalu penyaluran BLT biasanya lebih cepat daripada penyaluran sembako. 

Waktu itu, kata JK, pemberian BLT untuk masyarakat tidak mampu di berbagai wilayah di Indonesia bisa diselesaikan dalam waktu sebulan.

Dia menilai masalah bansos ini harus segera diselesaikan di tengah pandemi ini. Sebab, menurut dia, masyarakat bisa tetap berdisiplin di rumah saja seperti anjuran pemerintah ketika kebutuhan mereka terjamin. Apalagi, saat ini banyak masyarakat kelas bawah yang terdampak.

"Butuh BLT segera, orang yang tidak bekerja, orang mendapat bisa makan dan sebagainya. Jadi disiplin itu dua, ada sanksinya dan ada bantuan pemerintah untuk menjalani kehidupan, untuk bermasyarakat," tegas JK.

Benarkah hanya BLT yang dibutuhkan masyarakat?

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, pembagian bantuan tunai kepada masyarakat adalah sebuah ide yang sebenarnya layak dicoba oleh pemerintah. Tujuannya untuk mengalihkan bantuan pangan non-tunai atau bantuan sembako menjadi bantuan uang tunai saja.

Sebab, ada beberapa sisi positif yang bisa diambil dari penerapan hal tersebut. Pertama, pembagian bantuan tunai melalui rekening masing-masing penerimanya dianggap langkah untuk mengurangi kerumunan dan mengikuti anjuran physical distancing yang kerap disampaikan oleh pemerintah.

"Saya pikir (pemberian BLT) cukup efektif karena orang enggak akan bertumpuk-tumpuk menerima bantuan sembako kecuali kalau yang dikirim langsung ke rumah-rumah," kata Abra saat dihubungi VOI, Selasa, 19 Mei.

Apalagi, selama ini dia melihat pemberian bantuan dari pemerintah pusat kerap dipusatkan di satu titik. Sehingga, kemungkinan terjadinya kerumunan sangat mungkin terjadi. "Jadi dengan pembagian cash, memanfaatkan rekening masing-masing itu bisa mencegah berkerumunnya orang," jelasnya.

Dia juga sepakat dengan pernyataan JK jika bansos tunai bisa menggerakkan perekonomian masyarakat. Sebab, uang dari bansos itu akan langsung dibelanjakan bahan pangan atau kebutuhan lainnya oleh masyarakat dan uang masuk ke dalam sektor riil khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) di tiap daerah.

"Jadi demandnya di push, dari supplynya, UMKM tetap bisa bergerak. Dibanding dengan pola yang sekarang dengan bantuan pangan non-tunai, sembako. Karena itu pasti barang-barangnya didominasi dari kota bahkan dari BUMN dan hanya berputar di perusahaan besar saja. Pengusaha besar," tegas dia.

Sehingga, dengan diberikannya bansos tunai secara keseluruhan maka perekonomian di daerah bisa bergerak. "Paling enggak, bisa menopang ekonomi daerah supaya tidak jatuh-jatuh amat," ujar ekonom ini.

Sementara sisi negatifnya, kata Abra, baik bansos tunai keseluruhan dan bansos non-tunai seperti sembako punya kelemahan yang sama yaitu masalah akurasi data. Data ini, kata dia, harus benar-benar tepat. 

Karena berbeda dengan bantuan sembako yang bisa dikembalikan dan dimonitoring secara langsung, bantuan tunai biasanya tak akan dikembalikan oleh penerimanya jika ada kesalahan data dan yang menerima tidak berhak. 

"Kalau diterima (yang tidak berhak), dia (penerima) enggak akan menolak. Atau bisa dia juga mungkin enggak tahu kalau ada uang masuk buat bantuan," kata dia.

Untuk kemungkinan penyalahgunaan bantuan tunai di masyarakat, Abra menilai, di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini hal tersebut tak mungkin terjadi. Mengingat, semua orang tentunya akan mengutamakan bantuan uang dari pemerintah untuk kebutuhan pokok.

Penyaluran bansos bermasalah

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengakui adanya masalah dalam penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat di tengah pandemi COVID-19. Padahal, dia ingin bantuan tersebut bisa segera sampai ke tangan penerimanya tanpa memakan waktu yang lama.

"Ternyata memang di lapangan banyak kendala dan problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas mengenai penyederhanaan prosedur bansos tunai dan BLT dana desa yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa, 19 Mei.

Dalam kondisi luar biasa seperti pandemi COVID-19 sekarang ini, dia menegaskan, jangan lagi ada prosedur yang berbelit dalam penyaluran bantuan sosial tersebut. Sebab, yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah kecepatan penerimaan bantuan.

Sehingga, dia meminta para menterinya menyederhanakan prosedur berbelit tersebut. "Saya minta aturan dibuat sesimpel mungkin, sesederhana mungkin tanpa mengurangi akuntabilitas. Sehingga pelaksanaan di lapangan bisa fleksibel," tegas dia.