KPK Masih Temukan Kekacauan Dalam Penyaluran Bantuan Sosial
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menemukan kekacauan dalam penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat terdampak pandemi COVID-19. Kekacauan ini terjadi karena adanya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang belum diperbarui di sejumlah daerah.

"Sesuai surat edaran, KPK mendorong penggunaan DTKS dijadikan sebagai rujukan awal pendataan di lapangan," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri lewat keterangan tertulisnya, Selasa, 19 Mei.

Adapun teknis pelaksanaannya, kata Ali, dilakukan dengan melibatkan satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT/RW agar mereka bisa memperluas penerima manfaat non-DTKS dan melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Disdukcapil.

Lembaga antirasuah ini menegaskan, pihaknya akan terus mendorong keterbukaan data terkait penerimaan bansos dari pemerintah, realisasi anggaran, dan belanja bansos sebagai bentuk akuntabilitas serta transparansi.

"Selain itu KPK meminta kementerian, lembaga, atau pemda agar menyediakan saluran pengaduan masyarakat terkait hal (pembagian bansos) ini," ungkapnya.

Dia menjelaskan, di tengah pandemi COVID-19 ini, KPK telah membentuk tim Kedeputian Pencegahan yang bekerja mendampingi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di pusat maupun daerah. Hasilnya, pemetaan ada empat titik rawan yang kemudian menjadi fokus area KPK dalam melakukan pendampingan.

"Empat titik rawan yang menjadi fokus area pendampingan adalah terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ), refocusing dan realokasi anggaran COVID-19 pada APBN dan APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos," jelas Ali.

Atas kerawanan tersebut, di tingkat pusat, pendampingan dilakukan KPK bersama-sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dan kementerian serta lembaga terkait.

Sementara di tingkat daerah, KPK melibatkan seluruh personel pada unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan KPK bersama-sama dengan BPKP Perwakilan dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk mendampingi dan mengawasi 542 pemda di Indonesia dalam penanganan COVID-19 termasuk penyaluran bansos maupun BLT Dana Desa.

Jokowi amini pembagian bansos bermasalah

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengakui adanya masalah dalam penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat di tengah pandemi COVID-19. Padahal, dia ingin bantuan tersebut bisa segera sampai ke tangan penerimanya tanpa memakan waktu yang lama.

"Ternyata memang di lapangan banyak kendala dan problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas mengenai penyederhanaan prosedur bansos tunai dan BLT dana desa yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa, 19 Mei.

Dalam kondisi luar biasa seperti pandemi COVID-19 sekarang ini, dia minta jangan ada prosedur berbelit dalam penyaluran bantuan sosial. Apalagi, masyarakat saat ini butuh bantuan secara cepat. Sehingga, dia meminta para menterinya menyederhanakan prosedur berbelit tersebut.

Untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, mantan Gubernur DKI Jakarta ini akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kejaksaan untuk memantau penyaluran bansos ini.

Permintaan pelibatan ini kemudian dijawab oleh Menteri Sosial Juliari P Batubara. Menurut dia, KPK telah dilibatkan untuk mengawasi penyaluran bantuan sosial. Hal ini bisa dilihat dengan adanya Surat Edaran (SE) KPK terkait data penerima bansos.

"Kerja sama dengan KPK sudah kita mulai, terbukti dengan adanya SE dari KPK mengenai data yang tidak harus mengacu pada data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Di luar DTKS boleh (terima bansos)," kata Juliari usai ratas.

Selain KPK, mantan anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini mengaku telah menggandeng Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan menerima saran hampir tiap minggu dari lembaga ini.

Dia juga menyebut Kementerian Sosial dan lembaga penegak hukum selalu berkomunikasi intens untuk mengawal bantuan.

"Kami bekerja erat dengan KPK dan BPKP juga dengan Kejaksaan Agung, menyampaikan apabila ada temuan di lapangan segera diinformasikan ke kami," pungkasnya.