Bagikan:

JAKARTA - Siapa yang tidak kenal dengan kelezatan ramen tonkatsu. Bahkan, kaldunya saja nikmat untuk sekadar diseruput. Namun, bagaimana jadinya jika kaldu ramen tonkotsu dijadikan bahan bakar diesel. Mungkinkah?

Melansir Kyodo News 13 Agustus, presiden perusahaan transportasi di Jepang barat daya menemukan cara untuk memberi daya pada truknya, dengan bahan bakar biodiesel yang sebagian terbuat dari kaldu sup ramen tonkotsu yang tersisa.

Adalah perusahaan Nishida Shoun, yang berbasis di Prefektur Fukuoka, Jepang mencampur lemak babi yang diekstrak dari kaldu, yang terbuat dari tulang babi, dengan bahan bakar yang terbuat dari minyak goreng bekas.

Perusahaan ini mulai menggunakan minyak diesel di sejumlah armadanya dari total 170 truk yang dimiliki. Rencananya, seluruh armada akan menggunakan bahan bakar alternatif ini mulai September. Sebuah alternatif yang efektif untuk diesel minyak bumi, bahan bakar biodiesel dikenal untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Pemimpin perusahaan Masumi Nishida, muncul dengan ide menggunakan kaldu ramen tonkotsu untuk produksi bahan bakar pada tahun 2013, ketika dia didekati oleh operator rantai ramen saat melakukan penelitian tentang bahan bakar biodiesel yang berasal dari minyak nabati.

ramen
Ilustrasi ramen tonkotsu. (Wikimedia Commons/Misaochan2)

Operator mengatakan, dia harus membayar untuk membuang sisa kaldu dan bertanya-tanya apakah itu bisa digunakan sebagai gantinya. 

Menjawab tantangan tersebut, Nishida (74), mengembangkan alat untuk memisahkan lemak babi dari kaldu yang dapat ditempatkan di dapur toko ramen.

Meskipun lemak babi cenderung mudah mengeras dibandingkan dengan minyak nabati, Nishida menemukan cara untuk menghilangkan unsur-unsur tertentu selama pemurnian, sehingga dapat dicampur dengan bahan bakar biodiesel yang terbuat dari minyak jelantah.

Untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku, perusahaan saat ini membeli lemak babi dan minyak goreng bekas dari sekitar 2.000 restoran, menggunakannya untuk memproduksi sekitar 3.000 liter bahan bakar per hari di pabriknya.

"Pada awalnya, saya tidak memiliki pengetahuan tentang kimia dan itu semua tentang coba-coba. Tetapi perkembangan saya melihat cahaya hari ketika masalah lingkungan menjadi tantangan besar," tukas Nishida.