Bagikan:

JAKARTA -Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai digitalisasi meter listrik pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN diperlukan. Tujuannya agar pencatatan konsumsi listrik pelanggan bisa lebih akurat

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, berpendapat, mengganti meter listrik menjadi digital merupakan jalan tengah agar konsumen tidak merasa dirugikan ketika tagihan listriknya tiba-tiba melonjak seperti yang banyak dikeluhkan masyarakat saat ini.

Lebih lanjut, Tulus menilai, masyarakat saat ini juga sudah melek teknologi sehingga memungkinkan jika meteran tradisonal bisa diubah menjadi digital.

"Ironi ketika di era digital begini, tapi PLN masih berbasis kWh meter manual. Dengan digitalisasi, akurasinya lebih tinggi, sehingga potensi untuk terjadi sengketa antara PLN dan konsumen terkait selisih kWh meter semakin kecil," ujarnya dalam diskusi Polemik Tagihan Listrik Naik: Bagaimana Nasib Rakyat, Jumat, 19 Juni.

Senada, Anggota Komisi VII DPR RI Andi Yuliani Paris menilai, sudah saatnya PLN meninggalkan cara konvensional untuk melakukan pencatatan meter listrik. Dia pun mendorong PLN untuk segera beralih ke teknologi digital.

Yuli, saapaan akrabnya mengatakan, dalam rapat dengar pendapat dengan Direktur Utama PT PLN Zulkifli Zaini, DPR mempertanyakan seberapa akurat catatan kWh yang dilakukan petugas catata meter. Sebab, ada sebagian daerah yang memberlakukan pembahasan sosial berskala besar (PSBB).

"Kalau petugas mencatat dengan baik. Kalau tidak kan seperti ini mengagetkan. Bisa saja petugas catat meter main tembak aja dengan asumsi ada Ramadan, WFH, pemakaian listrik meningkat, mencatat tidak sesuai riil pemakaian. PLN harusnya sudah gunakan aplikasi teknologi sehingga yang dicatat itu yang riil," ujar Yuli.

Menurut Yuli, dirinya juga sempat mempertanyakan apakah lonjakan tagihan listrik yang terjadi dan dikeluhkan masyarakat memiliki tujuan tertentu. Misalnya, agar masyarakat yang mengalami lonjakan beralih dari pascabayar menjadi prabayar.

"Apakah dengan ada kenaikan ini pelanggan dipaksa untuk pindah ke prabayar? Kita tahu kan prabayar ini banyak vendornya, banyak kontraktornya. Jadi jangan sampai ada permainan di dalam. Intinya kami mendesak PLN menggunakan aplikasi teknologi untuk pencatatan," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengaku mendukung apa yang disarankan oleh YLKI maupun Yuli mengenai digitalisasi pencatatan meter listrik.

Namun, sambung Fahmi, hal ini harus dilakukan pembahasan lebih dalam. Sebab, nantinya akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di level petugas catat meter.

"Pencatatan secara digital ini sangat dimungkinkan. Tapi kalau secara menyeluruh menggunakan digitalisasi, maka akan ada PHK. Ini mungkin barangkali yang juga harus diperhatikan. Tetapi saya setuju ke depan harus pakai digitalisasi," kata Fahmi.