Pengamat Energi: Banyak Aduan, Banyak juga yang Ikhlas Tarif Listriknya Membengkak
Ilustrasi. (Foto: PLN)

Bagikan:

JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) saat ini menjadi sorotan berbagai pihak karena polemik lonjakan tagihan listrik yang terjadi di tengah masyarakat. Masih banyak pelanggan yang mengeluhkan kenaikan tagihan listrik dengan besaran yang variatif.

Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, PLN sudah salah sejak awal. Bahkan jika dibandingkan blackout sebelumnya, lonjakan tagihan kali ini menyebabkan beban yang ditanggung rakyat jauh lebih besar. Sebab, saat ini ekonomi sulit akibat pagebluk COVID-19.

Fahmy mengatakan, sistem penagihan listrik selama masa pagebluk COVID-19 dengan rata-rata tiga bulan adalah awal munculnya polemik ini. Penggunaan penghitungan rata-rata itu sesungguhnya sesuai dengan standar internasional. Namun masalahnya PLN tidak memberikan sosialisasi sebelumnya, tentang kebijakan ini dan dampak dari penggunaan sistem tersebut.

"Sesungguhnya itu memang ada pembengkakan. Saya punya catatan sekitar 68.000 yang melakukan komplain, namun itu belum termasuk yang diam saja, atau yang mengikhlaskan. Artinya banyak rakyat yang dirugikan dengan adanya pembengkakan," tuturnya, dalam diskusi virtual bertajuk 'Polemik Tagihan Listrik Naik: Bagaimana Nasib Rakyat?', Jumat, 19 Juni.

Menurut Fahmi, dirinya membagi dua kategori lonjakan tagihan listrik. Pertama, lonjakan wajar yakni naiknya tagihan listrik dengan jumlah yang masih taraf wajar karena meningkatnya konsusmi listrik.

Kemudian, lanjut dia, lonjakan tidak wajar yakni naiknya tagihan listrik yang tidak normal hingga ribuan persen. Salah satu contoh yang dialami Teguh, tukang las asal Jawa Timur yang mengalami lonjakan tagihan listrik hingga Rp20 juta. Padahal tempat usaha miliknya tidak beroperasi selama pagebluk COVID-19.

"Jika ada kenaikan yang wajar, PLN perlu memberikan solusi untuk mendapat angsuran selama 3 bulan. Tetapi yang membengkak tidak wajar, itu harus diselidiki kenapa. Apakah karena memang bocor atau ada masalah lain. Maka PLN harus concern," ucapnya.

Fahmi menegaskan, jika kemudian hasil investigasi menunjukan pembekakan yang begitu besar disebabkan oleh kesalahan PLN, maka perusahaan pelat merah ini harus bertanggung jawab membebaskan tagihan yang dibebankan kepada pelanggan.

Tidak Boleh Putus Meter Pelanggan

Menurut Fahmi, selama proses penyelesaian dan mencari tahu sumber masalah atas lonjakan tagihan listrik yang dikeluhkan oleh 68 ribu masyarakat, PLN tidak boleh memutus meter pelanggan.

Lebih lanjut, Fahmi mengatakan, selama ini sistem yang berlaku adalah ketika pelanggan tidak bayar listrik maka aliran listrik akan diputus sepihak oleh PLN. Namun, dalam proses penyelidikan sumber masalah lonjakan tagihan, hal ini tidak boleh dilakukan.

"Selama proses penyelesaian tadi PLN tidak boleh mematikan meteran listrik yang ada di rumah konsumen. Itu kalau by system ketika belum membayar, meteran langsung diputus. Nah saya kira harus ada kebijakan, siapapun jangan diputus dulu. Karena ini dalam proses penyelesaian agar rakyat listriknya tetap nyala," ucapnya.

Terkait