JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencetak kerugian sebesar Rp38,88 triliun pada kuartal I tahun ini. Sementara pada periode yang sama tahun lalu, perusahaan pelat merah ini berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp4,157 triliun.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, kerugian yang dicetak pada kuartal I 2020 ini karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah cukup tinggi. Tercatat, rupiah pada 31 Desember 2019 di angka Rp14.244 per dolar AS sedangkan di akhir kuartal I 2020 menjadi Rp16.367 per dolar AS.
"Rugi bersih perusahaan adalah Rp38,88 triliun. Itu adalah rugi akibat selisih kurs," tuturnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu, 17 Juni.
Meskipun demikian, Zulkifli menjelaskan, pada kuartal I 2020, perusahaan pelat merah ini masih mampu membukukan laba usaha Rp6,81 triliun, EBITDA positif Rp16,93 triliun dan EBITDA margin Rp19,78 triliun.
Zulkifli mengatakan, sampai dengan kuartal I 2020, pihaknya juga membukukan kenaikan volume penjualan listrik sebesar 4,62 persen atau kenaikan sebesar 2,727 gigawatt hour dibandingkan dengan 59,059 gigawatt pada kuartal I 2019, menjadi 61,785 gigawatt pada kuartal I 2020.
Lebih lanjut, Zulkifli menjelaskan, dengan kondisi tarif yang tetap atau tidak naik sejak 2017, pendapatan masih tumbuh 5,08 persen atau Rp3,4 triliun dari Rp66,85 triliun pada kuartal I/2019 menjadi Rp70,25 triliun pada tahun berjalan.
Kemudian, pendapatan dari penyambungan pelanggan sebesar Rp1,83 triliun. Nilai tersebut naik 13,87 persen dari periode yang sama tahun lalu. Lalu, pendapatan usaha lain-lain senilai Rp622,61 miliar di periode waktu yang sama.
"Pelanggan pun masih tumbuh hingga akhir Maret mencapai 76,5 juta, bertambah 3,57 juta dari posisi akhir Maret 2019 sebesar 72,77 juta pelanggan. Rasio elektrifikasi naik dari 98,89 persen di akhir 2019 menjadi 98,93 persen di Maret 2020," ucapnya.
Namun, beban usaha PLN yang ditanggung PLN juga mengalami lonjakan drastis yakni Rp78,8 triliun di tiga bulan pertama tahun ini. Artinya, terjadi kenaikan sebesar tujuh persen dari Rp73,63 triliun pada kuartal I 2019.
BACA JUGA:
Adapun rincian beban usaha PLN yakni, beban sewa secara tahunan menjadi Rp1 triliun. Ada kenaikan sebesar 7,06 persen. Kemudian, beban pemeliharaan yang naik 3,23 persen secara tahunan menjadi Rp4,35 triliun.
Beban kepegawaian turun dari Rp5,61 triliun pada kuartal I 2019 menjadi Rp5,6 triliun. Penyusutan aset tetap sebesar Rp8,8 triliun, penyusutan aset hak guna Rp698,68 miliar, dan beban lain-lain Rp1,77 triliun kuartal I 2020.
Dengan begitu, secara total terlihat beban usaha naik lebih tinggi daripada pendapatan usaha PLN. Perseroan membukukan rugi usaha sebelum subsidi Rp6,09 triliun pada kuartal I 2020 atau naik 29,13 persen dari Rp4,71 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Kendati demikian, PLN mendapatkan subsidi listrik pemerintah Rp12,89 triliun pada kuartal I 2020. Jumlah itu bertambah ketimbang subsidi listrik pemerintah Rp11,52 triliun periode yang sama tahun 2019. Namun, PLN membukukan kerugian kurs mata uang asing bersih senilai Rp51,97 triliun pada kuartal I 2020. Hal ini akibat fluktuasi kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing.
Zulfikli menyampaikan, dengan kondisi sulit saat ini, pihaknya menunggu pembayaran dana kompensasi dari pemerintah. Pasalnya, pemerintah menjanjikan pembayaran pada tahun ini.
Namun, kata Zulkifli, hingga kini pemerintah tak kunjung membayar dana kompensasi subsidi listrik yang ditagihkan pada periode 2018 dan 2019. Adapun nominal kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah mencapai Rp45 triliun.
"Sesuai yang disampaikan pemerintah kepada kami adalah bahwa utang kompensasi tahun 2018 dan 2019 Rp45 triliun akan dibayar. Tapi itu katanya akan dibayar tahun ini," ucapnya.