Rugi Rp38 Triliun di Kuartal I 2020, PLN Tetap Optimis Operasionalnya Tak Kembang Kempis
Ilustrasi. (Foto: PLN)

Bagikan:

JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mencatatkan kerugian sebesar Rp38 triliun pada laporan keuangan kuartal I 2020. Meski begitu, PLN optimis operasional dapat bertahan hingga akhir tahun, asalkan pemerintah membayarkan utang yang berasal dari kompensasi tarif listrik 2018 dan 2019.

Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini menjelaskan, secara umum keuangan PLN akan sangat terbantu dengan adanya pembayaran kompensasi dari pemerintah sebesar Rp45 triliun. Ia mengatakan, dengan dana tersebut PLN akan memastikan operasi tetap aman.

Zulkifli mengatakan, sembari menunggu pembayaran kompensasi dari pemerintah sebesar Rp45 triliun, PLN juga akan mengoptimalkan penjualan meteran listrik tiap bulan untuk memberikan pelayanan yang optimal.

"PLN juga akan mengoptimalkan dari penjualan listrik setiap bulan dan secara operasional kami dapat tetap memberikan pelayanan ketenagalistrikan yang optimal," katanya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis, 25 Juni.

Catat Rugi Rp38 Triliun pada Kuartal I

Sebelumnya, awal rapat komisi VI mempertanyakan mengenai kerugian Rp38 triliun yang dilaporkan PLN pada kuartal I. Hal ini karena informasi kerugian tersebut diketahui DPR dari pemberitaan di media massa.

Terkait kerugian, Zulkifli menjelaskan, laporan keuangan kuartal I yang mencatatkan rugi Rp38 triliun merupakan kerugian yang berasal dari kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

"Kerugian tersebut terjadi akibat adanya perbedaan kurs dolar AS pada tanggal 31 Desember 2019 dengan 31 Maret 2020 pada saat laporan keuangan disampaikan," jelasnya.

Zulkifli menjelaskan, berdasarkan praktik pelaporan keuangan korporasi maka harga dolar AS yang digunakan sebagai basis perhitungan adalah harga dolar yang tercatat pada hari laporan keuangan dibuat.

Lebih lanjut, Zulkifli mengatakan, PLN juga memiliki likuiditas yang dijaga secara prudent dan konservatif. Secara keuangan, PLN juga telah bekerjasama dengan bank Himbara dengan memiliki comitted facility yang diberikan bank-bank tersebut sebesar Rp28 triliun.

Selain itu, kata Zulkifli, PLN juga mencadangkan dari monday market line sebesar Rp7 triliun yang direncanakan untuk di-upsize sehingga menjadi Rp15triliun-20 triliun. Tak hanya itu, PLN juga saat ini sedang mengusahakan pinjaman internasional dengan bunga sangat rendah dari pasar internasional untuk memastikan kestabilan keuangan perusahaan, termasuk pinjaman jangka panjang serta keperluan pengembangan bisnis yang dijalankan.

Zulkfli menjelaskan, pihaknya juga merevisi rencana kerja Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2020, termasuk adanya penurunan belanja modal atau capital expenditure (Capex). Hal ini karena dampak pandemi COVID-19 membuat permintaan di sistem Jawa-Bali turun sekitar 11 persen, konsumsi listrik di pelanggan bisnis turun 15 persen dan industri turun 11 persen.

Lebih lanjut, dia mengatakan, dengan adanya penurunan capex sesuai dengan RKAP PLN 2020, pihaknya sedang melakukan penyisiran dan memilah untuk biaya operasi secara bertahap dan menyusun berdasarkan prioritas.

"Sehingga dampak dari penurunan belanja modal tetap dapat dikendalikan sesuai dengan anggaran korporasi," ujarnya.

Menurut Zulkifli, saat ini sangat penting menjaga biaya penyediaan listrik agar tetap stabil, layanan yang tetap handal dan berkualitas, serta menjaga beban fiskal pemerintah.

"Sangat penting pula bagi PLN untuk tetap memperhatikan kondisi keuangan para mitra PLN sehingga prioritas biaya operasi ditentukan berdasarkan faktor-faktor tadi," jelasnya.