Kejadian Ini Membuktikan bahwa Lonjakan Tagihan Listrik Disebabkan <i>Human Error</i> Petugas PLN
Ilustrasi. (Foto: Instagram @pln_id)

Bagikan:

JAKARTA - Rosy kesal. Tagihan listriknya pada bulan Juni meningkat hingga enam kali lipat dari bulan sebelumnya. Rosy merupakan karyawan swasta yang ditugasi oleh perusahannya untuk mengurusi tagihan listrik.

Rosy merasa kenaikan lonjakan tagihan listrik yang dialaminya ini tidak wajar. Karena, pada pembayaran April pemakaian bulan Maret kWh 222 tagihan sebesar Rp2.168.068. Pada awal Maret, ia mengaku, melakukan penambahan daya yang semula 7.700 VA menjadi 11.000 VA. Namun, pemakaian tetap normal.

Pada pembayaran Mei pemakaian bulan April dengan jumlah kWh 1.326, tagihannya sebesar Rp1.820.742. Sementara pada pembayaran bulan Juni pemakaian bulan Mei tagihan membengkak menjadi Rp10.767.775.

VOI mengikuti Rosy untuk mendatangi kantor PLN Cabang Jatinegara. Sesampainya di sana, Rosy menanyakan kepada petugas mengenai lonjakan tagihan listrik yang dialaminya.

"Saya mau tanya, kenapa tagihannya bisa sampai Rp10 juta? Padahal bulan sebelumnya tagihan hanya diangka Rp2 juta? Kantor dalam keadaan kosong sejak Maret karena sebagian besar karyawan menjalani work from home (WFH) atau bekerja dari rumah. Siapa yang pakai listrik sampai tagihannya besar seperti ini? Tolong ini dijelaskan," kata Rosy, kepada petugas PLN, di Kantor PLN Cabang Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu, 17 Juni.

Rosy juga menjelaskan, bahwa dirinya mengetahui adanya lonjakan tagihan listrik dari petugas PLN yang mendatangi kantor tempatnya bekerja. Petugas tersebut menyarankan Rosy untuk datang ke kantor PLN guna mendapat jawaban lebih detail.

"Ini kWhnya kenapa bisa sampai 7.855? Siapa yang pakai mas? Kantor saya kosong. Ini kan enggak sampai logikanya. Harusnya kan tagihan listrik berkurang karena aktivitas ditiadakan akibat pagebluk COVID-19. Saya enggak bikin acara apapun di kantor. Ini bisa sampai Rp10 juta pemakaian listrik, kenapa?" ucapnya.

Mendengar keluhan Rosy, petugas kemudian menampilkan rekam penggunaan konsumsi listrik sejak awal tahun. Hasilnya, kWh yang ditagihkan pada rekening Mei berbeda dengan pencatatan meter yang dilakukan oleh petugas meter PLN.

"Kalau berdasarkan data foto meter ini ada kesalahan tagihan. Harusnya kWh yang ditagihkan pada bulan Mei pemakaian April 4.733 tetapi di sini yang tercatat justru 1.326," ujar petugas tersebut.

Ia menjelaskan, seharusnya jika dirupiahkan pemakaian 4.733 kWh dikali dengan tarif listrik PLN nonsubsidi pelanggan sekitar Rp1.467 per kWh maka tagihan yang harus dibayarkan oleh Rosy adalah Rp6.943.311 pada bulan Mei.

Kemudian, sambung petugas tersebut, karena tagihan yang ditagihkan kepada pelanggan di bulan Mei tidak sesuai dengan pemakaian asli kWh maka jumlah tersebut diakumulasikan pada bulan Juni sehingga tagihan menjadi Rp10.767.775.

Rosy kemudian bertanya mengapa di riwayat pemakaian kWh yang ditagihkan dengan yang seharusnya dibayarkan bisa berbeda. Petugas PLN kembali menjelaskan, bahwa ada kesalahan yang dilakukan oleh petugas dalam melakukan input data.

"Seharusnya 4.733 tetapi diinputnya 1.326. Kami mengakui ada human error. Petugas meter yang mencatat tidak salah, tetapi ada kesalahan pada petugas saat meng-input data. Karena di sini tidak ada penjelasan penambahan daya, sehingga kWh yang dicatatkan adalah yang dihitung berdasarkan pemakaian bulan sebelumnya," tuturnya.

Petugas itu pun memberikan solusi untuk Rosy dengan menawarkan untuk melakukan cek laboratorium terhadap meteran listrik yang ada di kantor Rosy. Tujuannya, untuk mengetahui apakah ada kesalahan pada meter sehingga menyebabkan tagihan melonjak.

Rekam penggunaan konsumsi listrik suatu perusahaan di Jakarta Selatan yang mengalami lonjakan tagihan. (Mery Handayani/VOI)

"Gini saja, kalau masih tidak yakin. Kita sama-sama cek meteran ke laboratorium untuk melihat ada kesalahan pada meter atau tidak. Karena kan tadi disampaikan sejak Maret sudah kosong. Biar jelas, nanti petugas datang ke tempat Mbak Rosy," ucap petugas PLN Jatinegara tersebut.

Namun, ia menegaskan, jika hasilnya tidak ada kesalahan pada meter listrik maka Rosy mau tidak mau dan suka tidak suka, harus membayar piutang sebesar yang ditagihkan pada bulan Juni.

"Kalau hasilnya tidak ada yang salah dari alat meter. Berarti harus dibayar sesuai yang ditagihkan. Tapi kalau ternyata ada yang salah dengan alatnya, kami akan koreksi," jelasnya.

Namun Rosy merasa tidak puas akan jawaban petugas tersebut. Ia kembali bertanya, berapa persen potensi alat meter tersebut bisa salah. Kemudian, dia juga meminta rincian pemakaian listriknya di bulan Mei. Namun, petugas tersebut mengatakan tidak dapat memberikan rinciannya.

"Pemakaian listrik kan yang tahu Mbak, karena meterannya ada di rumah Mbak. Jadi saya tidak tahu pasti bagaimana penggunaannya. Tidak semua hasil lab meteran benar, bisa saja meteran salah. Jadi lebih baik dicek saja dulu. Kami juga tidak bisa memberikan rincian detail, karena alatnya masih manual. Kalau daya di atas 16.000 VA itu sudah menggunakan meter digital yang bisa merekam setiap 15 menit. Kita bisa lihat," ucapnya.

Tidak Dapat Kebijakan Angsuran Pembayaran

Rosy kembali bertanya setelah selesai tes laboratorium dan hasilnya meter tidak salah, apa solusi selanjutnya yang ditawarkan oleh PLN. Sebab, dengan jumlah tagihan Rp10 juta, ia mengaku berat.

Rosy juga bertanya apakah dirinya akan mendapat kebijakan angsuran pembayaran 60 persen pada bulan Juni dan 40 persen sisanya ditagihkan pada tiga bulan selanjutnya. Namun, petugas mengatakan, Rosy tidak bisa mendapat kebijakan tersebut.

"Tidak bisa Mbak. Karena di sini kode yang tercatat adalah RK_Baru artinya tidak ada kebijakan pembayaran dengan angsuran. Kalau kodenya RK_Koreksi maka pembayarannya bisa dicicil. Tapi di sini langsung dibulatkan menjadi Rp10 juta," tuturnya.

Petugas kemudian menyarankan Rosy untuk mengajukan permohonan kepada Manajer PLN Kantor Cabang Jatinegara untuk mendapat keringanan pembayaran dengan cara angsuran 60 persen dan 40 persen.

"Mbak ajuin permohonan, nanti saya bantu bicara dengan atasan saya. Nanti bisa atau tidaknya, tergantung atasan saya, karena beliau yang memutuskan. Permohonan bisa diajukan di sini," jelasnya.