Lonjakan Tagihan Listrik Jadi Polemik, Komunikasi PLN Dinilai Buruk
Ilustrasi. (Foto: PLN)

Bagikan:

JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menerima banyak kritikan terkait lonjakan tagihan listrik yang menjadi polemik di tengah masyarakat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah buruknya komunikasi PLN kepada masyarakat terkait dengan masalah lonjakan tagihan listrik tersebut.

Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Rudy Mas’ud mengatakan, polemik itu menunjukkan kurangnya keterbukaan PLN dalam mensosialisasikan skema tagihan listrik di tengah kondisi sulit akibat pagebluk COVID-19.

Rudy mengatakan, seharunya PLN melakukan pembenahan terhadap cara komunikasi dengan pelanggannya. Sebab, masyarakat juga berhak mengetahui bagaimana tagihan listriknya mengalami kenaikan.

"Jadi menurut saya tata tertib dan keterbukaan PLN ini masih sangat kurang. Dan juga rendahnya cara berkomunikasi teman-teman PLN kepada pelanggan," ucapnya, dalam rapat kerja Komisi VII dengan Dirut PLN, Rabu, 17 Juni.

Sementara itu, rekan satu fraksi Rudy, Nasyirul Fallah Amru justru mempertanyakan bagaimana cara PLN dalam menentukan besaran harga rata-rata yang harus dibayarkan setiap pelanggan.

Nasyirul berujar, dari penjelasan yang diberikan oleh PLN belum cukup memberikan jawaban dari pertanyaan publik. Menganai hal ini, dia menilai, wajar jika kenaikan tagihan listrik menjadi polemik.

"Nah pertanyaan saya, dasar menentukan harga rata-rata yang tadi petugas meter tidak bisa turun ke lapangan itu bagaimana? Itu menjadi penting dan harus disampaikan kepada publik. Karena ini kan berhadapan dengan logika publik. Memang menjadi perlu dijelaskan oleh PLN," ucapnya.

PLN Diminta Evaluasi Sistem Pencatatan

Anggota Komisi VII dari Fraksi Gerindra Moreno Soeprapto meminta, agar PLN melakukan evaluasi terhadap sistem pencatatan meter. Misalnya, dengan mengubah sistem konvensional ke sistem teknologi yang canggih.

"Khususnya di masa pandemi, bagi petugas tentu sulit menyambangi rumah pelanggan. Masyarakat juga paranoid karena tata kelola PLN dari tahun lalu pernah drop. Ke depan bisa evaluasi dengan sistem-sistem konvensional diganti lebih praktis, jadi rumah enggak perlu disambangi petugas," ucapnya.

Moreno menilai, dengan sistem yang lebih cangih ini diharapkan PLN kantor wilayah sudah dapat mengetahui terkait kenaikan-kenaikan tagihan listrik yang dapat dideteksi dari sistem ini.

Tanggapan PLN

Dalam rapat tersebut, Direktur Utama PT PLN Zulkifli Zaini menegaskan, lonjakan tagihan listrik pada rekening bulan Mei dan Juni tidak disebabkan oleh kenaikan tarif listrik akibat adanya subsidi silang. Sebab, kenaikan tarif listrik adalah ranah dan wewenang pemerintah, dan PLN hanya menjalankan kebijakan tersebut.

"Pemerintah telah memutuskan sejak Januari 2017 tidak ada kenaikan tarif listrik, meskipun berdasarkan perhitungan keekonomian harga produksi listrik sudah mengalami perubahan dalam 3,5 tahun terakhir. Itu akibat adanya perubahan kurs rupiah terhadap dolar, harga BBM, serta inflasi dalam kurun waktu tersebut yang rata-rata sekitar 3-4 persen berdasarkan laporan BPS," ujarnya.

Lebih lanjut, Zulkifli menjelaskan, lonjakan tagihan listrik tersebut juga disebabkan karena adanya pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sehingga, petugas meter tidak turun langsung untuk melakukan pengecekan. Maka, PLN menerapkan mekanisme penghitungan konsumsi listrik pelanggan dengan penggunaan rata-rata tagihan 3 bulan terakhir pada rekening April dan Mei.

"Selain itu, petugas catat meter juga tidak melakukan catat meter karena di beberapa tempat terhadap desa-desa atau kelurahan yang menutup total akses keluar masuk yang bukan warga untuk menghindari penularan virus," jelasnya.

Zulkifli berujar, saat PSBB dilonggarkan pada bulan Juni petugas catat meter PLN baru aktitivas kembali melakulan pencatatan. Menurut dia, pencatatan meter pada bulan Mei secara aktual menghasilkan kenaikan yang relatif signifikan pada sebagian pelanggan.

Menurut dia, salah satu penyebab kenaikan tersebut akibat pola konsumsi dan aktivitas warga atau pelanggan yang lebih banyak berada di rumah karena adanya aturan work from home atau bekerja dari rumah sepanjang kurun waktu pertengahan April sampai Juni.

"Karena itu terjadi realisasi perbedaan konsumsi penagihan dengan rata-rata 3 bulan sebagian besar realisasi lebih besar dari apa yang ditagihkan. Selisih tersebut kemudian ditagihkan pada bulan Juni saat PLN telah melakukan pencatatan riil, baik melalui petugas catat meter ataupun laporan mandiri pelanggan melalui WhatsApp," tuturnya.

Zulkifli mengatakan, untuk mengatasi keluhan sebagian pelanggan, PLN telah membuat skema angsuran terhadap lonjakan yang terjadi untuk yang mengalami kenaikan di atas 20 persen. Meski hal itu membuat beban keuangan PLN bertambah, langkah tersebut diambil PLN agar pelanggan tidak menanggung beban tambahan akibat lonjakan pemakaian.

"Terhadap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan, PLN mengucapkan terima kasih sehingga keluhan tersebut menjadi perhatian bersama," ujarnya.