JAKARTA - Pemerintah pusat mengumumkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 2-4 di Jawa-Bali diperpanjang hingga 16 Agustus.
Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta, menilai masih banyak permasalahan di lapangan yang belum teratasi dengan pemberlakuan PPKM. Seperti masih adanya kelangkaan oksigen hingga keterlambatan penyaluran bansos.
Menurutnya, saat ini situasi terasa lebih rumit. Disatu sisi, tingkat penularan dan juga kematian akibat COVID-19 masih tinggi, disisi lain rakyat bawah menjerit karena semakin beratnya kondisi ekonomi.
"Mengapa situasi yang pelik ini terjadi? Karena penanganan COVID-19 dengan kebijakan PPKM ini tidak berangkat dari formula UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pemerintah membuat kebijakan dengan berganti-ganti istilah yang malah membingungkan banyak pihak," ujar Sukamta, Selasa, 10 Agustus.
Sukamta lantas meminta pemerintah untuk lebih fokus pada empat perlindungan selama PPKM diberlakukan. Sebab, kata dia, jika berharap Pemerintah menggunakan formula UU Kekarantinaan Kesehatan dengan melakukan karantina wilayah atau PSBB nampaknya sulit terwujud.
"Pertama, yang paling penting adalah melindungi nyawa dan kesehatan, baik masyarakat maupun tenaga kesehatan," jelas Sukamta.
BACA JUGA:
Saat ini, kata dia, angka kematian harian masih di atas 1.000 kasus, tertinggi di dunia. Karenanya, pemerintah harus fokus menekan angka kematian dengan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai hingga ke daerah-daerah.
Kedua, pemerintah harus melindungi masyarakat miskin dan rentan secara ekonomi dengan memastikan kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi. Kebijakan pembatasan harus diiringi dengan pemberian bantuan sosial yang tepat dan merata termasuk untuk para pekerja lepas, harian, pekerja sektor informal yang kehilangan pendapatan.
Ketiga, perlindungan wilayah Indonesia dengan melakukan pengetatan pintu masuk. Khususnya pintu kedatangan orang asing.
"Jangan terulang keteledoran menjaga akses pintu masuk Indonesia, sehingga varian delta bisa masuk dan membuat lonjakan kasus COVID-19 yang sangat tinggi," terang anggota Komisi I DPR.
Keempat, di masa pandemi ini pemerintah juga harus melindungi data pribadi masyarakat. Pasalnya, selama pandemi terjadi beberapa kali kasus kebocoran data, juga ada penggunaan NIK oleh WNA untuk keperluan vaksin.
"Semua ini harus diusut secara tuntas dan ini juga mengingatkan betapa mendesaknya keberadaan UU Perlindungan data," tandasnya.