JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berencana menggugat Puan Maharani terkait penerbitan Surat Ketua DPR Republik Indonesia Nomor PW/09428/DPR RI/VII/2021 tanggal 15 Juli 2021 kepada pimpinan DPD RI. Surat ini berisi Penyampaian 16 nama calon anggota BPK RI.
Dua dari total nama calon yang diajukan yakni Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z. Soeratin diduga tidak memenuhi persyaratan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyatakan, dirnya yakin dengan gugatan yang akan dilayangkan ke PTUN.
"Sangat yakin dan rencana (menyampaikan gugatan ke PTUN) besok Selasa, 10 Agustus besok," kata Boyamin di Jakarta dilansir dari Antara, Senin, 9 Agustus.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 Huruf j Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebut calon anggota BPK harus paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.
Bukti berupa Surat Ketua DPR RI diyakini Boyamin bisa diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) meskipun sempat dipertanyakan.
"Banyak pendapat ahli juga yang mengatakan jangankan sudah berupa surat, format nota dinas saja bisa digugat di PTUN," ujarnya.
Mengenai kedudukan hukum, dia mengatakan bahwa MAKI bersama Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) yang juga mengajukan gugatan memenuhi persyaratan karena memiliki akta pendirian dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
BACA JUGA:
Boyamin bilag, dirinya termasuk warga negara yang mengalami kerugian apabila anggota BPK terpilih nantinya tidak memenuhi persyaratan.
Boyamin mengatakan, polemik yang muncul setelah rencana gugatan itu justru membuatnya bersemangat dan bersyukur karena persoalan ini akan terus menjadi perhatian masyarakat.
"Saya bersyukur gugatan ini menjadi diskusi publik dan perhatian masyarakat bahwa saat ini ada seleksi anggota BPK yang dilakukan oleh DPR," kata Boyamin.
Sebelumnya, sejumlah pihak mempertanyakan rencana gugatan Boyamin kepada Ketua DPR RI Puan Maharani karena terdapat dua dari 16 calon anggota BPK yang tidak memenuhi persyaratan.
Salah satunya datang dari pengamat hukum Irfan Fahmi yang menilai surat Ketua DPR sebagai dasar gugatan belum bisa menjadi objek tata usaha negara (TUN).
"Surat DPR belum bisa jadi objek sengketa TUN karena belum final dan mengikat dan belum menimbulkan akibat hukum secara individual," kata Irfan, Jumat lalu.
Lantas siapa Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin? Pada 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019, Nyoman Adhi menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea-Cukai Manado (kepala satker eselon III). Dengan jabatan ini berarti Nyoman Adhi merupakan pengelola keuangan negara atau kuasa pengguna anggaran/KPA.
Sedangkan Harry Z Soeratin pada Juli 2020 dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), yang juga merupakan jabatan KPA, dalam arti masih menyandang jabatan KPA.