JAKARTA - Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti menjelaskan alasan pihaknya melakukan pembelian alat rapid test dan masker dengan harga yang cukup mahal. Hal ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Widyastuti menjelaskan, Pemprov DKI melakukan kontrak dengan perusahaan pengadaan masker Resporiator N95 pada tahun 2020 dengan harga tinggi, karena saat itu masker sulit dicari karena banyak yang membutuhkan.
"Itu kan awal-awal, dulu kan masker sulit sehingga, banyak sekali jenis yang ada. Tentu kita sesuai dengan spek yang diminta dengan masukan dari user," kata Widyastuti saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Agustus.
Terhadap pembelian alat rapid test dengan harga tinggi, lanjut dia, dilakukan karena DKI membutuhkan ketersediaan alat tes COVID-19 dengan waktu yang cepat. Sementara, harga rapid test di pasaran masih naik-turun.
"Itu sesuai dengan kondisi saat itu. Kan fluktuasi harga tahun lalu kita enggak pernah ngerti. Awal tahun lalu kan belum ada pengiriman secara rutin. Kita meyakinkan bahwa bisa melakukan kegiatan tapi kan belum ada kepastian (pengiriman alat rapid test). Sehingga, kita perlu menjamin warga DKI dapat dilakukan pemeriksaan," jelas Widyastuti.
Diketahui, BPK menemukan adanya pemborosan anggaran Pemprov DKI terhadap pembelian rapid test COVID-19 untuk penanganan pandemi senilai Rp1,19 miliar. Anggaran ini diambil dari pos belanja tak terduga (BTT) APBD DKI tahun 2020.
Dalam laporan BPK, Pemprov DKI melakukan pembelian rapid test COVID-19 dari dua perusahaan. Pembelian alat tes itu memiliki merek yang sama dengan waktu yang berdekatan.
BACA JUGA:
Namun, ternyata harga rapid test antara dua penyedia yang dibeli Pemprov DKI berbeda. DKI membeli 50 ribu pieces masker kepada PT NPN dengan harga per unit barang senilai Rp197.500. Sementara, DKI membeli 40 ribu pieces kepada PT TKM dengan harga per unit barang senilai Rp227.272.
Kemudian, BPK juga menemukan pemborosan anggaran Pemprov DKI Jakarta atas pengadaan pembelian masker Respirator N95 hingga Rp5,8 miliar dari pos BTT APBD DKI tahun 2020.
Dalam laporan BPK, Pemprov DKI melakukan pembelian masker dengan jenis yang sama kepada dua perusahaan berbeda, dengan harga yang berbeda.
Kepada PT IDS, Dinas Kesehatan DKI DKI membeli 39 ribu pieces masker kepada PT IDS dengan harga satuan senilai Rp70 ribu pada pembelian pertama. Kemudian, membeli lagi 30 ribu pieces dengan harga satuan Rp60 ribu pada pembelian kedua. Lalu, pembelian ketiga sebanyak 20 ribu pieces dengan harga satuan Rp60 ribu.
Selain itu, Pemprov DKI ternyata juga melakukan pembelian masker Respirator N95 dengan jenis sama sebanyak 195 ribu pieces masker dengan harga per satuan barang senilai Rp90 ribu.