Bagikan:

JAKARTA - Gugus tugas penanganan COVID-19 akan menyediakan alat pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) dan rapid tes untuk dunia pendidikan. Ini menyusul wacana beberapa sekolah yang bisa melakukan pembelajaran dengan tatap muka.

Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal TNI Doni Monardo mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam penyediaan alat ini.

Hanya saja, kata Doni, bantuan alat ini tidak untuk memeriksa semua siswa dan tenaga pendidikan. Pihaknya akan memeriksa sebagian orang atau sebagian siswa.

"Kalau untuk sampel beberapa siswa sangat mungkin (diperiksa, red)," kata Doni dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube Kemendikbud, Senin, 15 Juni.

Menurut Doni, hal ini dilakukan lantaran terbentur biaya yang sangat besar. Terlebih, jumlah tenaga pendidikan pun cukup banyak.

Sehingga, dengan alasan tersebut pemeriksaan nantinya akan memilih daerah tertentu untuk pemeriksaan sampel siswa-siswi.

"Jadi sekali lagi kami bantu tapi tidak mungkin semuanya. Sehingga pilihannya adalah tempat atau daerah tertentu," kata Doni.

Sejauh ini, sambung Doni, sekitar 92 zona hijau yang tercatat berdasarkan data hingga 7 Juni. Besar harapan, jumlah zona hijau akan bertambah atau meluas setiap harinya. Perluasan zona tanpa kasus positif itu pun tergantung hasil evaluasi secara nasional.

"Oleh karenanya gugus tugas akan memberikan informasi kepada semua pihak sehingga sistem pendidikan di negara kita tetap terjamin keamanannya karena kita tidak ingin ada anak-anak kita yang mengalami risiko terpapar karena kekurangan kehati-hatian dari kita semua," kata Doni.

6 persen daerah yang boleh sekolah tatap muka

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyebut, pemerintah hanya melakukan kegiatan belajar dan mengajar di sekolah pada 85 kota wilayah pada awal tahun ajaran baru yang dimulai 13 Juli mendatang.

"Kami memperbolehkan 6 persen daerah memberlakukan pelajaran tatap muka tapi dengan protokol kesehatan atau 85 kota. Prinsip dasarnya, kami gunakan maka relaksasi dalam pembukaan sekolah dengan cara konservatif. Artinya, ini cara terpelan untuk membuka sekolah sehingga keamanan bisa dipastikan," kata Nadiem dalam konferensi pers virtual, Senin, 15 Juni.

Nadiem tak merinci daerah mana saja yang diperbolehkan untuk melakukan pembukaan sekolah kembali. Yang jelas, 85 kota itu merupakan zona hijau, atau wilayah yang tak memiliki kasus COVID-19.

Sementara, 429 kota lainnya atau 94 persen sekolah di Indonesia masih diwajibkan melakukan kegiatan belajar secara daring (online) dari rumah. Daerah ini masuk dalam zona merah, oranye, dan kuning.

"Untuk daerah zona kuning, oranye, merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan karena mereka masih ada resiko penyebaran (virus corona)," ucap Nadiem.