JAKARTA - Pesawat tempur milik TNI Angkatan Udara berjenis BAE Hawk 209 jatuh di sekitar pemukiman penduduk di Kampar, Riau. Akibat kejadian ini, sejumlah pihak meminta Kementerian Pertahanan melakukan audit.
Pesawat Hawk 209 ini jatuh di sekitar pemukiman penduduk sekitar pukul 08.13 WIB. Pesawat yang teregistrasi dengan nomor TT-0209 diawaki oleh pilot Lettu Pnb Apriyanto Ismail berangkat dari Skadron Udara 12 Lanud Roesmin (Rsn) Pekanbaru.
"Lokasi kejadian di 5 kilometer dari runway 36 Lanud Rsn Pekanbaru. Pilot berhasil melontarkan diri dari pesawat menggunakan ejection seat dan selamat," kata Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AU Marsma Fajar Adriyanto dalam keterangannya, Senin, 15 Juni.
Pilot Lettu Pnb Apriyanto Ismail berhasil selamat menggunakan ejection seat saat pesawat BAe Hawk 209 nomor ekor TT-0209 yang dipilotinya mengalami gangguan teknis menjelang mendarat di runway 36 Lanud Rsn Pekanbaru. 👤#TNIAU #swabhuwanapaksa #jauhdilangitdekatdihati #hawktt0209 pic.twitter.com/qDJIaavvYv
— TNI Angkatan Udara (@_TNIAU) June 15, 2020
Saat ini Lettu Pnb Apriyanto tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut di RSAU dr Soekirman Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru.
Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi mengatakan, banyak faktor yang bisa menjadi penyebab jatuhnya pesawat. Untuk mengetahui secara pasti, perlu dilakukan investigasi secara menyeluruh dan mendalam.
"Namun, saya kira yang jadi faktor penyebabnya bisa beberapa hal. Di antaranya, seperti faktor cuaca, kemudian human error, atau kemudian yang paling sering menjadi spekulasi kita yaitu soal bagaimana pemeliharaan dan peraawatan dilakukan," kata Fahmi kepada wartawan di Jakarta, Senin, 15 Juni.
Dia menilai, sebelum diterbangkan, tentunya pesawat ini sudah melalui uji kelayakan dan dioperasikan oleh personel yang kompeten. Sehingga, Fahmi lebih tertarik mengetahui lebih jauh soal perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan terhadap pesawat tersebut.
"Karena perawatan tentunya berkaitan dengan kesiapan alat tersebut untuk ditampilkan dan digunakan sewaktu-waktu. Kemudian, kalau peliharaan ini berkaitan, dengan apakah alat tersebut, kemudian mampu dioperasikan optimal dan efektif? Sehingga, ya, kita harus bertanya kemudian bagaimana pemeliharaan rutinnya dilakukan," ungkap dia.
Dirinya juga mempertanyakan, apakah perawatan itu sudah dilaksanakan dengan disiplin dan sesuai standar operasionalnya atau belum. Sehingga, untuk menjawab pertanyaan ini perlu ada investigasi lanjutan.
"Tentu penting untuk kita mendapatkan informasi lebih jelas. Apakah pesawat tersebut dalam kondisi siap tempur dan bagaimana kompetensi personilnya," tegas dia.
BACA JUGA:
Kemhan harus audit alutsista TNI
Sementara Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya mengatakan, sudah saatnya bagi Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk mengaudit alutsista yang dimiliki oleh TNI. Hal ini sangat penting dilakukan sebagai langkah penguatan sistem pertahanan nasional.
Apalagi, ini bukan kejadian yang pertama kalinya. Sebelumnya, helikopter militer berjenis Mi-17 juga mengalami kecelakaan dan jatuh di Kendal, Jawa Tengah.
“Hawk 209 ini kan sebenarnya didesain sebagai pesawat latihan tempur ringan. Kecelakaan pertama percobaan Hawk 200 tahun 1986 terjadi karena blackout dan disorientasi. Memang sudah banyak pengembangannya hingga tahun 2002. Sebagai pengguna kita perlu memeriksa semua alutsista yang kita pakai,” ungkapnya dalam keterangan tertulisnya.
Perkembangan teknologi, sambung dia, juga menjadi alasan Kemhan untuk melakukan kajian terhadap peralatan sistem pertahanan yang digunakan di Indonesia. "Persenjataan yang Indonesia miliki perlu disesuaikan kembali dengan pembacaan situasi perkembangan terkini terkait ancaman pertahanan," kata Willy.
“Audit sistem pertahanan ini mendesak dilakukan karena tentu perkembangan ancaman pertahanan terus berubah. Peralatan dan perlengkapan yang dipakai TNI kita itu harus menyesuaikan dengan situasi kekinian, termasuk pesawat yang dipakai. Kejadian berturut-turut ini harus mendapat perhatian serius,” imbuhnya.
Audit terhadap alutsista juga harus dilakukan segera. Alasannya, agar DPR bisa menyetujui penambahan anggaran untuk penyediaan alutsista.
"Saya rasa DPR akan menyetujui penambahan anggaran alutsista jika audit komperhensif dilakukan, termasuk hasil investigasi terhadap sejumlah alutsista. Jadi anggaran yang dikeluarkan punya dasar yang kuat," tegas politikus NasDem ini.
Willy juga mendesak agar TNI melakukan grounded atau pelarangan terhadap pesawat Hawk 200 dan helikopter Mi-17. Sebab, Indonesia punya banyak pesawat dan helikopter berjenis ini. Pelarangan ini perlu dilakukan hingga hasil investigasi penyebab kecelakaan bisa diketahui.
Dirinya mengatakan, DPR akan memberikan dukungan bagi Kemhan dan TNI bila diperlukan untuk meminta tanggunjawab terhadap pabrikan pesawat ini. Hal ini penting, kata Willy, untuk dilakukan demi menunjukkan Indonesia adalah konsumen yang kritis terhadap produk pabrikan yang mereka gunakan.
"Kalau mereka tidak mau bertanggungjawab, ya, diganti saja dengan produsen yang lebih bertanggungjawab," pungkasnya.