Staf KSP Menilai Anggaran Pengadaan Masker Saat Pilkada di Tengah Pagebluk COVID-19 Tidak Perlu
Simulasi pemilihan (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menyetujui penambahan biaya untuk Pilkada 2020 yang akan digelar pada 9 Desember mendatang. Hanya saja, Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardianto masih menyimpan pertanyaan terkait penambahan anggaran untuk pilkada yang akan dilaksanakan di 270 daerah tersebut.

"Apa betul anggaran itu harus menambah hampir Rp5 triliun untuk Pilkada ini. Apakah semuanya harus anggaran baru. Apakah tidak memungkinkan anggaran itu didapat dari efiensi alokasi anggaran yang ditetapkan di daerah masing-masing," kata Juri dalam sebuah diskusi yang ditayangkan secara daring di YouTube, Minggu, 14 Juni.

Dirinya juga mempersoalkan adanya pengadaan masker untuk pelaksanaan pilkada tersebut. Menurutnya, pengadaan masker tak perlu dianggarkan karena masyarakat selalu diimbau untuk selalu menggunakan masker jika berpergian ke luar rumah.

"Misalnya masker, masker itu kan sudah melekat pada setiap pemilih. Setiap warga Indonesia sudah diatur melalui berbagai kebijakan pemerintah, kalau keluar rumah ya pakai masker. Maka, kalau dia datang ke TPS sudah memakai masker," tegas Juri.

"Jadi tidak perlu lagi ada anggaran untuk beli masker, misalnya," imbuh dia.

Daripada menambah anggaran, Juri mengatakan, penyelenggara harusnya melakukan efisiensi dengan melaksanakan realokasi anggaran dari pos yang sudah ada sebelumnya.

"Misalnya, saya ambil contoh, salah satu kegiatan Pilkada yang mungkin memakan biaya besar itu kan biasanya sosialisasi, rapat koordinasi, bimbingan teknis, itu kan semuanya tatap muka dan memakan anggaran. Saya kira itu juga bisa direalokasi untuk pemenuhan APD," jelasnya. 

Juri mengatakan, protokol kesehatan yang harus disiapkan di tempat pemungutan suara (TPS) juga dianggap tidak perlu berlebihan. Menurutnya, yang terpenting di tiap TPS harus disediakan tempat mencuci tangan.

Selain itu, untuk mencegah penularan COVID-19 di TPS, masyarakat dan semua pihak harus bisa menjaga jarak. Caranya adalah dengan mengatur posisi duduk mereka agar tidak bergerombol.

Alternatif lainnya, sambung Juri, para panitia TPS bisa mengatur waktu pemungutan suara. Sehingga, masyarakat tidak berkerumun dan bisa dengan aman menjalankan hak demokrasi mereka.

"Untuk protokol kesehatan saat Pilkada ini saya kira tidak usah dibayangkan seperti dokter menangani pasien COVID-19," ungkapnya.

Dalam diskusi yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa merespons pernyataan Juri. Dia membenarkan jika masyarakat telah diwajibkan menggunakan masker. Hanya saja, di lapangan tidak semuanya patuh dengan kewajiban tersebut.

"Masyarakat kita memang diimbau keluar pakai masker tetapi dalam praktiknya ketika PSBB berlangsung, jumlah orang yang keluar pakai masker dengan yang tidak pakai masker itu kan perbandingannya banyak sekali," tegas Saan.

Sekretaris Fraksi NasDem di DPR RI mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang sudah sepantasnya memfasilitasi pemilih dengan masker. Jangan sampai, hanya karena ketiadaan masker masyarakat kemudian tidak bisa memilih.

"Maka KPU sebagai penyelenggara, pemerintah, serta DPR tetap menyiapkan. Kalau ada pemilih datang tidak pakai masker harus difasilitasi. Enggak mungkin, kan, disuruh petugas pulang. Yang disuruh pulang kembali itu ketika dicek suhu tubuh dan sebagainya di atas normal," katanya.

Selanjutnya, Saan kemudian mengingatkan agar KPU detail dalam menyiapkan pelaksanaan Pilkada 2020 ini. Termasuk saat pemungutan suara berlangsung pada 9 Desember mendatang.

Apalagi, pilkada ini dilaksanakan di tengah pagebluk COVID-19 yang hingga saat ini kasusnya masih terus bertambah. "Jadi teknis penyelenggaraan pilkada di tengah covid ini kita minta detail penyesuaiannya," ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani merestui penambahan anggaran Pilkada 2020 yang diajukan oleh komisi pemilihan umum (KPU) dalam rapat gabungan dengan Komisi II DPR.

Pada tahap pertama, Sri Mulyani mengabulkan anggaran sebesar Rp1 triliun dari total yang diminta oleh KPU sebesar Rp4,77 triliun. Anggaran ini bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN).

"Dalam rangka mendukung proses keseluruhan Pilkada, kami memutuskan untuk memberikan yang tahapan pertama atau sebesar Rp1 triliun seperti permintaan yang ada dalam KPU. Sambil terus melakukan review terhadap dokumen yang sesuai ketentuan perundang-undangan," kata Menkeu dalam rapat Komisi II, Kamis, 12 Juni.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, anggaran tambahan Rp4,77 trilun diperlukan karena ada sejumlah item tambahan yang dibutuhkan untuk bisa menggelar pilkada dengan protokol kesehatan COVID-19.

Alat dan barang yang dimaksud tersebut, di antaranya masker kain sebanyak 13 juta buah, masker sekali pakai untuk petugas KPPS sebanyak 304 ribu boks, masker sekali pakai cadangan untuk pemilih di TPS sebanyak 609 ribu boks, hand sanitizer sebanyak 6,5 juta botol, dan disinfektan sebanyak dua juta botol.

Selanjutnya, penambahan anggaran itu akan digunakan untuk pengadaan sarung tangan plastik sebanyak 5,4 juta boks, sabun cair sebanyak 2,4 juta botol, termometer infrared sebanyak 712 ribu, pelindung wajah sebanyak empat juta, dan berbagai kebutuhan lainnya.