Bagikan:

JAKARTA - Pilkada Serentak 2020 akan dilakukan pada 9 Desember 2020. Tahapannya dimulai 15 Juni mendatang. Sejumlah pihak mengkhawatirkan masyarakat tidak berpartisipasi dalam Pilkada 270 daerah ini, sebab dilakukan di masa pagebluk COVID-19.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Pramono Ubaid Tanthowi memahami adanya kekhawatiran tersebut. Namun, Pramono optimis partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak suaranya dalam Pilkada di tengah wabah masih sesuai harapan.

"Ada hasil survei Litbang Kompas beberapa hari lalu, disebutkan, 'apakah anda bersedia menggunakan hak suara di tengah pandemi?' yang jawab bersedia hampir 65 persen," kata Pramono di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat, 13 Juni malam.

"Kami lihat data tingkat partisipasi pemilih pada pilkada 2018 itu 73 koma sekian persen, lalu pilkada 2017 itu 74 koma sekian persen," lanjut dia.

Artinya, kata Pramono, keinginan masyarakat untuk berpartisipasi datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan mencoblos masih cukup tinggi. Ditambah, adanya sosialisasi penyelenggaraan Pilkada dengan menjalankan protokol pencegahan COVID-19.

"Lalu (dibantu) juga dengan kegiatan kampanye pasangan calon dan tim kampanyenya, maka itu sekurang-kurangnya mencapai tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2018 maupun 2017," tutur Pramono.

Simulasi bulan Juli

KPU merencanakan simulasi hari pemungutan suara Pilkada 2020 pada Juli mendatang. Simulasi ini masuk dalam tahapan Pilkada yang dilanjutkan 15 Juni medatang.

Tahapan dimulai dengan mengaktifkan kembali petugas Pilkada kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), panitia pemilihan kecamatan (PPK), atau panitia pemungutan suara (PPS). 

Ketua KPU RI Arief Budiman menjelaskan, sebanyak 385 jajaran petugas Pilkada yang bersifat ad hoc ini perlu mengalami pergantian.

"Ada beberapa petugas yang sudah kami rekrut, tetapi ada yang menundurkan diri, ada yang meninggal dunia, ada yang tidak lagi memenuhi syarat. Kami akan segera meminta KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan rekrutmen menggantikan mereka," kata Arief.

Setelah itu, simulasi baru bisa dilakukan. Dengan catatan, menerapkan penerapan protokol pencegahan COVID-19 untuk mengantisipasi terjadinya penularan virus corona saat penyelenggaraan Pilkada.

"Mudah-mudahan, dalam beberapa hari ke depan dimulai tahapan pilkada, KPU mendapatkan dukungan sepenuhnya dari semua pihak, termasuk dari seluruh masyarakat Indonesia dalam menghadapi pelaksanaan pilkada yang tantangannya tidak mudah tahun ini," ungkapnya.

Kekhawatiran pilkada di tengah COVID-19

Sebagai informasi, kekhawatiran penyelenggaraan Pilkada salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggaraini. Titi merasa keputusan jadwal penyelenggaraan Pilkada tetap di tahun 2020 seakan dipaksakan.

Kelanjutan tahapan Pilkada dari Juni hingga Desember masih berisiko penularan virus corona karena angka kasus positif virus ini di Indonesia terus meningkat.

"Memaksakan penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi berpotensi menimbulkan lebih banyak mudarat daripada manfaat. Dampaknya, akan bisa terpapar banyak orang yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada dengan COVID-19," kata Titi.

Titi melanjutkan, penyelenggaraan masa kampanye pilkada di masa pagebluk COVID-19 juga dikhawatirkan menimbulkan politisasi bantuan sosial sebagai media kampanye dari kepala daerah petahana.

"Politisasi bantuan sosial ini mengakibatkan kontestasi yang tak setara bagi peserta pemilu petahana dan non petahana. Ini merugikan peserta yang bukan petahana," ucapnya.