Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah tetap melaksanakan Pilkada 2020 di masa pagebluk COVID-19. Semua pihak ingin penyelenggaraan Pilkada 2020 berjalan baik dan aman dari penyebaran virus corona. 

Karenanya, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Kuntjoro Purjanto menyarankan, adanya tes pengujian virus tersebut bagi petugas penyelenggara Pilkada 2020. 

Kuntjoro meminta pemerintah melaksanakan pengujian dengan metode polymerase chain reaction (PCR) ketimbang rapid test. Alasannya, rapid test bukanlah metode pengujian untuk mendiagnosis COVID-19 tapi lebih berfungsi untuk menyaring keberadaan antibodi IgM dan IgG yang dihasilkan tubuh ketika terpapar virus Corona. Hasil reaktif pada pengujian ini, kata Kuntjoro, tak bisa dijadikan penentu seseorang positif terjangkit COVID-19.

"Oleh karena itu penting untuk melakukan tes PCR yang akan memastikan hasil dari rapid test. Sampai saat ini, tes PCR merupakan pemeriksaan diagnostik yang dianggap paling akurat untuk memastikan apakah seseorang menderita COVID-19 atau tidak," kata Kuntjoro dalam webinar bertajuk 'Pilkada Aman COVID-19 dan Demokratis', Rabu, 17 Juni.

Demi pilkada yang aman dan bebas dari virus corona, dia juga mengingatkan pemerintah soal pentingnya melakukan sosialisasi protokol kesehatan kepada masyarakat, terutama pemilih. Untuk melaksanakan sosialisasi ini, semua pihak harus berkolaborasi. 

"Waktu menjadi penting. Jangan sampai waktu emas untuk memberikan hasil terlewati," tegasnya.

Sementara, Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) mengusulkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) mesti membuat aturan yang mengatur kewenangan sektor pendidikan dalam penyelengaraan pilkada. "Dengan demikian, semuanya berdasarkan hukum. Harus ada Surat Keputusannya," ungkap Ketua Dewan Penasihat Arsada, Slamet Riyadi Yuwono dalam kesempatan yang sama.

"Standar yang dinamakan sehat harus juga ada landasan hukumnya dan ditetapkan oleh KPU," imbuhnya.

Selain itu, mereka menyarankan adanya evaluasi terhadap tingkat penyebaran COVID-19 di masing-masing daerah. Sebab, tiap daerah memiliki perbedaan kondisi. Setelah mengevaluasi, pemerintah diharapkan bisa menerapkan protokol kesehatan yang sesuai di daerah tersebut saat Pilkada berlangsung. 

Sementara Sekjen Arsada Khafifah Any mengatakan, evaluasi ini harus diatur secara cermat oleh pemerintah sesuai dengan kondisi pagebluk COVID-19 pada Desember. Sehingga, dirinya meminta pemerintah benar-benar mendengarkan saran epidemiolog. 

Tujuannya, agar antisipasi terkait penanganan kesehatan saat Pilkada benar memutus penyebaran virus corona di tengah masyarakat. "Apakah kondisi pada bulan Desember itu semua daerah sudah aman, atau masih zona merah, hijau, dan lainnya, tergantung dari penilaian pakar. Sehingga antisipasi penanganan kesehatan Pilkada dapat dilaksanakan dengan baik," ungkap Khafifah.

Dua indikator sukses pilkada di masa pagebluk

Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Kastorius Sinaga yang ikut dalam webinar tersebut mengatakan, ada 2 indikator untuk menyebut Pilkada 2020 sukses digelar di masa pagebluk COVID-19.

"Indikator pertama adalah antusiasme masyarakat untuk memberikan suara yang ditunjukkan oleh partisipasi pemilih yang meningkat," kata Kastorius.

Sementara indikator yang kedua adalah terlaksananya Pilkada 2020 yang aman dari penularan COVID-19.

"Artinya, sukses pilkada adalah kombinasi antara peningkatan partisipasi pemilih di satu sisi, serta menurunnya atau melandainya kurva COVID-19 di sisi lain," tegasnya.

Dia mengatakan, suksenya penyelenggaran Pilkada 2020 bisa menjadi reputasi baik bagi Indonesia di mata dunia. Asalkan, saat penyelenggaraannya nanti, partisipasi masyarakat tetap tinggi walaupun ada pagebluk COVID-19 dan mampu mengikuti protokol kesehatan.

Kastorius menceritakan pengalaman Korea Selatan mengadakan pemilu pada 15 April. Menurut dia, saat itu, partisipasi pemilih di Korsel mencapai 62 persen. 

Angka ini, sambungnya, menjadi angka partisipasi pemilu paling tinggi selama 30 tahun terakhir. Atas dasar itulah, pemerintah Indonesia menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu rujukan pelaksanaan pilkada di masa pagebluk. Sebab, Negeri Gingseng ini berhasil melaksanakan gelaran pemilu tanpa menyebabkan klaster baru penyebaran COVID-19.

Mendagri Tito Karnavian, sambung Kastorius, telah melakukan pertemuan dengan Dubes Korea Selatan beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, kata dia, Mendagri mendengar penjelasan bahwa pemilu tetap bisa dilaksanakan saat pagebluk.

Asalkan, sebelum pelaksanaannya pemerintah berhasil meyakinkan masyarakat, kontestan, dan penyelenggara pemilu bahwa kegiatan itu tak akan mengancam keselamatan dan kesehatan dengan pemberlakuan protokol yang benar.

"Untuk meyakinkan itu, tentu diharapkaan keterlibatan elemen-elemen masyarakat yang kredibel terhadap protokol kesehatan dalam hal ini para dokter dan rumah sakit," ungkapnya.

Jadwal penyelenggaran pilkada

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 di 270 daerah saat pagebluk COVID-19.

Untuk jadwal, KPU melanjutkan kembali tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak sejak Senin, 15 Juni dengan membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah.

Selanjutnya, KPU Kabupaten/Kota kembali menyusun Daftar Pemilih oleh KPU Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada PPS dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Kemudian, KPU menetapkan masa pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sejak 15 Juni hingga 6 Desember mendatang.

Lalu, pada 4-6 September, KPU bakal resmi membuka tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah dan penetapannya bakal dilaksanakan pada 23 September.

Setelah itu, tahapan kampanye akan dimulai pada 26 September hingga 5 Desember atau 71 hari. KPU akan membagi masa kampanye calon kepala daerah ini dengan tiga fase. Pertama, kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dialog, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga, dan/atau kegiatan lain.

Fase kedua, KPU akan melaksanakan debat publik antar paslon sebagai bagian dari kampanye. Fase ketiga KPU akan membuka kampanye calon kepala daerah melalui media massa, cetak, dan elektronik pada 22 November hingga 5 Desember. 

Sebelum pencoblosan pada 9 Desember, masa kampanye akan diakhiri dengan masa tenang yang akan dilakukan pada 6 hingga 8 Desember.