JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, pelaksanaan kampanye terbuka di masa pagebluk COVID-19 tetap diperbolehkan.
Alasannya, KPU tak bisa melarang kampanye terbuka maupun pertemuan lainnya karena sudah diatur dalam perundangan yang berlaku.
"Pertama, undang-undang mengatur metode yang diperkenankan, termasuk kampanye dalam rapat umum, kampanye terbuka, dan pertemuan terbatas. Kalau KPU melarang, kalau disengketakan bisa kalah," kata Arief dalam acara webinar yang ditayangkan di YouTube, Selasa, 16 Juni.
KPU akan mengatur kampanye terbuka dan pertemuan terbatas dengan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19.
Ada beberapa aturan yang dibuat oleh KPU, seperti membatasi peserta pertemuan tertutup. Dalam sekali pertemuan, sambung Arief, hanya diperkenankan diikuti oleh 25 orang.
Aturan lainnya, kata dia, juga harus mengikuti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masing-masing daerah tempat Pilkada 2020 diselenggarakan.
"Nah ini yang sedang kami tuntaskan di dalam PKPU tentang tata cara Pemilu di masa bencana," ungkapnya.
Sedangkan mengenai teknis kampanye secara daring, baik lewat media sosial maupun penyiaran seperti radio maupun televisi, hingga saat ini masih dalam tahap perumusan.
Rencananya, KPU bakal menambah durasi untuk pelasanaan kampanye di televisi maupun di radio karena adanya pengurangan kampanye secara langsung, "Jadi tetap boleh tapi ada penyesuaian-penyesuaian," tegas Arief.
Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo memberikan rekomendasi pelaksanaan Pilkada 2020 meski pagebluk COVID-19 masih terjadi.
Namun, dia mengingatkan para penyelenggara pemilu memperhatikan protokol kesehatan serta melakukan kajian agar tidak terjadi penularan COVID-19.
"Gugus Tugas telah rekomendasikan penyelenggaraan pilkada namun dengan catatan khusus, yaitu harus menaati protokol kesehatan dan semua kegiatan yang dilakukan harus berdasarkan kajian yang dimulai dengan prakondisi untuk seluruh daerah yang terlibat," kata Doni dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Kamis, 11 Juni.
BACA JUGA:
Kegiatan prakondisi ini, sambung Doni, harus melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat di hierarki paling bawah, yaitu RT dan RW.
Di sisi lain, dia mengingatkan, selama proses pilkada berlangsung, tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pertemuan yang melibatkan banyak orang. Kalaupun terpaksa, pertemuan tersebut harus diawasi ketat.
Sejauh ini, dari 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada, belum dibagi zonasi berdasarkan tingkat risiko penularan COVID-19. Menurutnya, penyelenggara pemilu perlu mengetahui detail zonasi tersebut agar bisa melakukan persiapan lebih.
"Data sampai dengan hari ini, daerah yang akan ikuti Pilkada 2020 sebanyak 261 kabupaten/kota, terdiri dari 43 daerah tidak terdampak, 72 daerah berisiko ringan, 99 daerah sedang, dan 40 daerah berisiko tinggi. Sedangkan untuk provinsi ada 9 wilayah," jelas Doni.
Doni mengingatkan, angka tersebut bisa berkembang hingga pelaksanaan pilkada pada 9 Desember. Sehingga, penting bagi penyelenggara pilkada untuk terus mengikuti perkembangan zonasi yang ditetapkan Gugus Tugas.
"Bisa jadi yang merah pada akhir atau jelang pilkada jadi berwarna kuning, misalnya. Tapi juga sebaliknya, yang kuning bisa jadi oranye atau jadi merah," ujarnya.
"Ini akan dilaporkan terus setiap hari Senin oleh tim pakar yang data-data ini merupakan data akumulasi dari setiap kabupaten/kota," imbuh dia.