Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso di Rutan KPK selama 20 hari ke depan. Penahanan ini dilakukan setelah Budi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia kurun waktu 2007-2017.

Selain Budi, KPK juga ikut menetapkan dan menahan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia periode 2010-2015 dan Direktur Niaga PT Dirgantara Indonesia kurun waktu 2016-2019 Irzal Rinaldi Zailani.

"Setelah dilakukan pemeriksaan kepada kedua tersangka, penyidik akan melakukan penahanan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 12 Juni sampai 1 Juli 2020," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penetapan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Juni.

Firli merinci, kasus ini bermula pada tahun 2008 lalu. Saat itu, Budi sebagai Dirut PT Dirgantara Indonesia dan Irzal sebagai asistennya, serta dua orang lainnya yaitu Direktur Aircraft Intergration Budi Wuraskito, Direktur Aerostructure Budiman Saleh, serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan Arie Wibowo melaksanakan rapat.

Dalam rapat, mereka membahas kebutuhan dana untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada bagian keuangan.

Selanjutnya, Budi meminta dibuatkan kontrak kerjasama dengan mitra/agen sebagai upaya memenuhi dana tersebut.

"Namun sebelum dilaksanakan, tersangka BS (Budi Santoso) meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," jelas Firli.

Pertemuan pun beberapa kali dilakukan. Hasilnya, program kerjasama dengan mitra/agen disepakati dengan penunjukan langsung dan penyusunan anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama dititipkan dalam anggaran kegiatan penjualan dan pemasaran.

Usai disiapkan perusahaan mitra/agen, mulai bulan Juni 2008-2018, dibuat kontrak kemitraan yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration PT Dirgantara Indonesia dengan sejumlah perusahaan seperti PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Setosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Meski ada kontrak, namun perusahaan mitra/agen itu tak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat tersebut. 

Pembayaran kepada perusahaan mitra/agen tersebut baru dilakukan di tahun 2011. Itupun setelah PT Dirgantara Indonesia menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

"Selama tahun 2011 s.d 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (persero) kepada 6 (enam) perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta," ungkap Firli.

Setelah melakukan enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia, sambung dia, terdapat permintaan uang baik transfer maupun tunai senilai 96 miliar dan yang menerima adalah Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara, dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta," tegasnya.

Atas perbuatannya, Budi Santoso dan Irzal kemudian dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.