Bagikan:

JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa mantan Kepala Biro Umum Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Indra Iskandar. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Dalam pemeriksaan ini, penyidik mencecar Indra terkait proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Sekretariat Negara yang bekerja sama dengan PT DI.

"Indra Iskandar, mantan Kepala Biro Umum, Sekretariat Kementerian Sekretariat Negara, didalami pengetahuannya terkait dengan proses pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg yang bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia," kata Plt Jubir KPK bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 29 Januari.

Dugaan aliran uang korupsi PT DI kepada pejabat Setneg ini didalami tim penyidik dengan memeriksa empat orang saksi, pada Rabu, 27 Januari kemarin. 

Keempat saksi yang diperiksa itu, yakni Kemal Hidayanto selaku mantan Manajer Penjualan ACS Wilayah Domestik PT DI Achmad Azar selaku Manager Penagihan PT Dirganta Indonesia 2016-2018; Suharsono selaku mantan Kabiro Keuangan Sekretariat Kementerian Sekretariat Negara tahun 2006-2015; dan Teten Irawang selaku Manajer SU ACS tahun 2017 PT DI.

Selain itu, pada Selasa 26 Januari, tim penyidik juga telah memeriksa mantan Sekretaris Kemsetneg Taufik Sukasah dan Kepala Biro Umum Kemsetneg Piping Supriatna dalam pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik juga mendalami aliran uang korupsi PT DI ke pejabat di Kemensetneg.

Kasus ini bermula di akhir 2007 lalu. Saat itu, Budi sebagai Dirut PT Dirgantara Indonesia dan Irzal sebagai asistennya, serta dua orang lainnya yaitu Direktur Aircraft Intergration Budi Wuraskito, Direktur Aerostructure Budiman Saleh, serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan Arie Wibowo melaksanakan rapat.

Dalam rapat, mereka membahas kebutuhan dana untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada bagian keuangan.

Selanjutnya, Budi meminta dibuatkan kontrak kerjasama dengan mitra/agen sebagai upaya memenuhi dana tersebut. Pertemuan pun beberapa kali dilakukan. Hasilnya, program kerjasama dengan mitra/agen disepakati dengan penunjukan langsung dan penyusunan anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama dititipkan dalam anggaran kegiatan penjualan dan pemasaran.

Usai disiapkan perusahaan mitra/agen, mulai bulan Juni 2008-2018, dibuat kontrak kemitraan yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration PT Dirgantara Indonesia dengan sejumlah perusahaan seperti PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Setosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Meski ada kontrak, namun perusahaan mitra/agen itu tak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat tersebut. Pembayaran kepada perusahaan mitra/agen tersebut baru dilakukan di tahun 2011. Itupun setelah PT Dirgantara Indonesia menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Setelah menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang, baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar dan yang menerima adalah Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

Dalam kasus ini, KPK menjerat mantan Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh, Eks Dirut PT DI Budi Santosa, dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani. 

Saat ini, Budiman masih dalam tahap penyidikan sementara Budi Santosa dan Irzal tengah diadili di Pengadilan Tipikor Bandung.