Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia.

Ketiga tersangka yaitu Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan yang kemudian menjabat sebagai Direktur Produksi pada tahun 2014-2019 Arie Wibowo (AW); Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana (DL); dan Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata (FSS).

Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK mencermati fakta-fakta yang berkembang dan ditemukannya dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak lain.

"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Selasa, 3 November.

Alex mengatakan, dalam perkara ini Arie diduga menerima aliran dana sebesar Rp9.172.012.834; Didi diduga menerima Rp10.805.119; dan Ferry Santosa Rp1.951.769.992.

Dugaan ini didapatkan KPK setelah mereka melakukan pemeriksaan terhadap 108 orang saksi dan telah melakukan penyitaan aset berupa uang dan properti berupa tanah serta bangunan senilai Rp40 miliar.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan, keduanya akan ditahan selama 20 hhari pertama terhitung sejak 3 November hingga 22 November mendatang. Ketiganya ditahan di tiga rumah tahanan (rutan) yang berbeda.

"Tersangka AW ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur. Tersangka DL ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat dan tersangka FSS ditahan di Rutan Polda Metro Jaya," ungkap Alex.

Selain terkait penahanan ketiga tersangka tersebut, KPK juga mengumumkan dalam perkara yang sama KPK telah melakukan penyidikan terhadap tersangka mantan Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh. Kemudian, ada dua orang yang kini sudah berstatus terdakwa yaitu Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani yang tengah menjalankan persidangan di PN Tipikor Bandung, Jawa Barat. 

Alex memaparkan Ariw, Didi, dan Ferry diduga menerima aliran dana dari hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif. Akibat tindakan ketiga tersangka ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp202,1 miliar ditambah kurang lebih 8,6 juta dolar Amerika Serikat. Sehingga total kerugian negara berkisar Rp315 Milyar dengan asumsi kurs 1 dolar AS adalah Rp 14.600.

Ketiga tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula di akhir 2007 lalu. Saat itu, Budi sebagai Dirut PT Dirgantara Indonesia dan Irzal sebagai asistennya, serta dua orang lainnya yaitu Direktur Aircraft Intergration Budi Wuraskito, Direktur Aerostructure Budiman Saleh, serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan Arie Wibowo melaksanakan rapat.

Dalam rapat, mereka membahas kebutuhan dana untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada bagian keuangan.

Selanjutnya, Budi meminta dibuatkan kontrak kerjasama dengan mitra/agen sebagai upaya memenuhi dana tersebut. Pertemuan pun beberapa kali dilakukan. Hasilnya, program kerjasama dengan mitra/agen disepakati dengan penunjukan langsung dan penyusunan anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama dititipkan dalam anggaran kegiatan penjualan dan pemasaran.

Usai disiapkan perusahaan mitra/agen, mulai bulan Juni 2008-2018, dibuat kontrak kemitraan yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration PT Dirgantara Indonesia dengan sejumlah perusahaan seperti PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Setosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Meski ada kontrak, namun perusahaan mitra/agen itu tak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat tersebut. Pembayaran kepada perusahaan mitra/agen tersebut baru dilakukan di tahun 2011. Itupun setelah PT Dirgantara Indonesia menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Setelah menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang, baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar dan yang menerima adalah Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.