Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita uang yang berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017.

Meski tak dijelaskan jumlah uang yang disita, namun Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan hal ini dilakukan saat penyidik memeriksa seorang saksi dari unsur swasta bernama Eko Santoso Soepardjo pada Senin, 15 Februari kemarin.

"Eko Santoso Soepardjo, swasta diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IRZ (Irzal Rinaldi Zailani) dan kepada yang bersangkutan dilakukan penyitaan sejumlah uang yang terkait dengan perkara ini," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Februari.

Dalam pengusutan kasus ini, penyidik KPK telah memeriksa sejumlah pejabat. Salah satunya, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar pada Januari lalu. Saat itu, KPK mencecar Indra soal proses pengadaan dan pemelihara helikopter di Sekretariat Negara (Setneg) yang bekerja sama dengan PT DI.

Diketahui, sebelum menjabat sebagai Sekjen DPR, Indra lama berkarier di Setneg dan pernah menjabat sebagai Kepala Biro Umum Sekretariat Negara.

Pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg ini diduga berujung dengan korupsi karena KPK menduga ada sejumlah pihak di Setneg yang mendapat 'kick back' atas proyek tersebut dari PT DI.

Kasus ini bermula di akhir 2007 lalu. Saat itu, Budi sebagai Dirut PT Dirgantara Indonesia dan Irzal sebagai asistennya, serta dua orang lainnya yaitu Direktur Aircraft Intergration Budi Wuraskito, Direktur Aerostructure Budiman Saleh, serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan Arie Wibowo melaksanakan rapat.

Dalam rapat, mereka membahas kebutuhan dana untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada bagian keuangan.

Selanjutnya, Budi meminta dibuatkan kontrak kerjasama dengan mitra/agen sebagai upaya memenuhi dana tersebut. Pertemuan pun beberapa kali dilakukan. Hasilnya, program kerjasama dengan mitra/agen disepakati dengan penunjukan langsung dan penyusunan anggaran Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama dititipkan dalam anggaran kegiatan penjualan dan pemasaran.

Usai disiapkan perusahaan mitra/agen, mulai bulan Juni 2008-2018, dibuat kontrak kemitraan yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration PT Dirgantara Indonesia dengan sejumlah perusahaan seperti PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Setosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Meski ada kontrak, namun perusahaan mitra/agen itu tak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat tersebut. Pembayaran kepada perusahaan mitra/agen tersebut baru dilakukan di tahun 2011. Itupun setelah PT Dirgantara Indonesia menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Setelah menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang, baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar dan yang menerima adalah Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

Dalam kasus ini, KPK menjerat mantan Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh, Eks Dirut PT DI Budi Santosa, dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani. 

Saat ini, Budiman masih dalam tahap penyidikan sementara Budi Santosa dan Irzal tengah diadili di Pengadilan Tipikor Bandung.