Harga BBM Tak Kunjung Turun, Masyarakat Diperkirakan Rugi Rp13,75Triliun
Ilustrasi Pom Bensin (Irvan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM (KMPHB) telah melayangkan surat somasi kepada Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) terkait harga bahan bakar minyak (BBM) yang tidak kunjung turun. Padahal, harga minyak mentah dunia turun.

Seperti diketahui, harga minyak mentah dunia sejak Maret sudah turun cukup besar, dan harga pada April merupakan yang terendah selama 20 tahun terakhir. Kondisi diperburuk dengan over supply kilang minyak di seluruh dunia yang membuat harga produk BBM lebih murah 2 dolar Amerika Serikat (AS) per barel dibanding harga minyak mentah.

Koordinator KMPHB Marwan Batubara mengatakan, di banyak negara juga ikut turun namun tren harga BBM global yang turun tidak terjadi di Indonesia. Sejak April hingga Juni, semua jenis BBM yang dijual Pertamina, Shell, Total AKR dan Vivo tidak pernah diturunkan.

"Pada prinsipnya surat somasi sudah kita sampaikan ke Setneg nanti akan disampaikan oleh para penggugat," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Kamis, 11 Juni.

Marwan mengatakan, berdasarkan formula harga yang ditetapkan pemerintah, terutama untuk BBM jenis umum, harga BBM selalu berubah sesuai fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Lebih lanjut, dia mengatakan, sesuai Kepmen ESDM No.62K/2020, formula harga jenis Bensin di bawah RON 95, Bensin RON 98, dan Minyak Solar CN 51, adalah, MOPS atau Argus ditambah Rp1800 per liter ditambah Margin 10 persen dari harga dasar.

Sesuai dengan formula di atas, berdasarkan nilai MOPS rata-rata 25 Februari sampai dengan 24 Maret 2020 dan kurs 15.300 dolar AS, maka diperoleh harga BBM bulan April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 adalah sekitar Rp5500 dan Pertalite RON 90 sekitar Rp5250 per liter.

"Faktanya harga resmi BBM yang dijual di berbagai SPBU adalah Rp9000 (Pertamax) dan Rp7650 (Pertalite) per liter. Dengan demikian, jika dibanding harga sesuai formula, maka konsumen BBM Pertamax membayar lebih mahal sekitar Rp3000 per liter," jelasnya.

Menurut Marwar, hal yang sama terjadi untuk BBM Tertentu (solar) dan BBM Khusus Penugasan (Premium), dengan nilai kemahalan sekitar Rp1250-1500 per liter. Untuk semua jenis BBM rerata nilai kemahalan diperkirakan Rp2000 per liter.

Sementara itu, kata dia, bulan Mei dan Juni, pemerintah tetap mempertahankan harga BBM, tanpa ada penurunan. Akibatnya, konsumen kembali membeli BBM dengan harga lebih mahal dibanding harga sesuai formula Kepmen ESDM.

Marwan mengatakan, berdasarkan catatannya selama dua bulan, masyarakat Indonesia kelebihan membayar BBM sekitar Rp13,75 triliun pada bulan April dan Mei. Hal ini berangkat dari perhitungan konsumsi rata-rata 100 kilo liter per hari di Indonesia seluruh SPBU.

Dengan asumsi 100 kilo liter per hari, kata Marwar, ada kelebihan bayar Rp6 triliun bulan Mei. Sejak dua bulan sebelumnya dua bulan sebelumnya diambil rata-rata kelebihan bayar Rp7,75 triliun.

"Masyarakat telah menanggung beban biaya ekonomi yang tidak wajar di tengah kondisi pandemi COVID-19," ucapnya.

Ilustrasi protokol kesehatan di Pom Bensin (dok. Pertamina)

Pelanggaran Aturan

Marwar mengatakan, Dirut Pertamina Nicke Widyawati dan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR telah menjelaskan berbagai alasan mengapa harga BBM tak kunjung diturunkan. Alasan tersebut bisa saja sebagian relevan atau dapat dimaklumi rakyat. Namun alasan tersebut tetap harus mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.

Faktanya, kata Marwan, pemerintah justru telah menerbitkan berbagai peraturan terkait harga jual BBM, yaitu dua Peraturan Presiden, serta puluhan Permen ESDM dan Kepmen ESDM, yang terbit 2104 hingga 2020.

Perpres dimaksud di antaranya yakni, Perpres Nomor 191 Tahun 2014 dan Perpres Nomor 43 Tahun 2018. Sedang Permen sebagai turunan Perpres adalah Perpres Nomor 39 Tahun 2014, Pepres Nomor 4 Tahun 2015, Perpres Nomor 39 Tahun 2015, Perpres Nomor 27 Tahun 2016, Perpres Nomor 21 Tahun 2018, Perpres Nomor 34 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 40 Tahun 2018.

Selama ini, kata Marwan, sejak pemerintahan Presiden Jokowi di_2014, harga BBM secara rutin berubah sesuai peraturan dan formula harga yang ditetapkan pemerintah. Jika formula harga BBM untuk bulan April, Mei dan Juni 2020 tidak diterapkan, walaupun Menteri ESDM dan Dirut Pertamina memiliki berbagai macam alasan, maka hal tersebut tetap saja merupakan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku.

"Pelanggaran tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang telah merugikan rakyat, dan harus dipertanggungjawabkan," tuturnya.

Menurunkan Harga BBM

Marwar menegaskan, sehubungan dengan kerugian tersebut dan demi meringankan beban ratusan juta rakyat yang sedang menderita akibat pegebluk COVID-19, maka pihaknya menuntut pemerintah mengganti kerugian senilai Rp13,75 triliun kelebihan bayar kepada Masyarakat melalui mekanisme yang legal, adil dan transparan.

"Kami juga meminta penurunan harga BBM mulai bulan Juli dan berjanji untuk melaksanakan penentuan harga BBM sesuai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.

Menurut Marwar, apabila sampai batas waktu tanggal 16 Juni, tuntutan pihaknya tidak dipenuhi atau tidak mendapat tanggapan dari pemerintah, maka langkah selanjutnya yang akan diambil adalah menggugat secara hukum (Citizen Law Suit) ke Pengadilan.

"Langkah ini kami ambil karena Presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad), sehingga telah merugikan rakyat untuk mendapatkan harga BBM sesuai dengan peraturan dan formula harga yang berlaku," ucapnya.