Bagikan:

JAKARTA - Harga minyak dunia anjlok akibat adanya perang dagang antara Rusia dan Amerika Serikat. Kondisi tersebut diperburuk dengan mewabahnya virus corona atau COVID-19 di berbagai negara. Akibatnya, harga bahan bakar minyak (BBM) merosot, namun hal ini tak berlaku di Indonesia.

Kondisi harga BBM yang tak kunjung turun di saat harga minyak dunia saat ini anjlok menjadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, anggota komisi VII mempertanyakan perubahan formula harga BBM umum.

Ketua Komisi VII yang membidangi energi, Sugeng Suparwoto, berpendapat dengan anjloknya harga minyak dan juga kemungkinan krisis ekonomi dunia akibat wabah virus corona atau COVID-19, maka harga BBM berpotensi untuk diturunkan. Oleh karena itu, DPR dan Kementerian ESDM akan menghitung ulang harga BBM subsidi maupun non subsidi.

Sugeng menjelaskan, kendati volatilitas harga minyak dunia masih tinggi, tapi hingga Juni 2020 harga minyak dunia diproyeksikan akan berada pada level 25 dolar Amerika Serikat (AS) per barel untuk jenis WTI, dan 29 dolar AS untuk jenis Brent. Kisaran harga tersebut, menurut dia, sangat jauh dari harga yang dipatok dalam APBN tahun ini yakni sekitar 62 dolar AS per barel.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Sartono Hutomo mempertanyakan tentang harga BBM yang tak kunjung turun. Padahal, Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 menyebutkan penetapan harga BBM disesuaikan dengan harga minyak dunia.

Gedung DPR RI. (Irfan Meidianto/VOI)

Sekadar informasi, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau ICP selama Maret 2020 tercatat menjadi 34,23 dolar AS per barel. Di sisi lain, harga minyak dunia terus menurun sejak awal tahun karena mewabahnya COVID-19, yang membuat permintaan minyak dunia melemah.

Alasan Menteri ESDM

Menanggapi hal ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, belum turunnya harga BBM bulan ini lantaran penerapan harga jual eceran masih sama dengan April 2020. Keputusannya ini, diambil dengan mempertimbangkan berbagai hal. Salah satunya, karena harga minyak dunia masih belum stabil dan memiliki volatilitas yang cukup tinggi, berpotensi turun atau naik lagi. Sehingga, pemerintah pun terus memantau perkembangan harga komoditas tersebut.

Selain itu, kata Arifin, pemerintah juga menunggu pengaruh dari pemotongan produksi OPEC+ (negara produsen minyak mentah) sekitar 9,7 juta barel per hari pada Mei-Juni dan pemotongan sebesar 7,7 juta barel per hari pada Juli-Desember, serta 5,8 juta barel per hari pada Januari 2021-April 2022.

Arifin juga mengatakan, harga jenis BBM umum (JBU) telah mengalami penurunan sebanyak dua kali di tahun 2020 pada bulan Januari dan Februari, dengan tingkat penurunan yang cukup signifikan. Pada Januari, penurunan harga berkisar Rp300 hingga Rp1.750 per liter. Penurunan itu terjadi pada produk bensin RON 92, RON 95, RON 98, serta Solar CN 48 dan CN 51.

Kemudian, lanjut Arifin, penurunan juga terjadi pada Februari dengan nilai kisaran Rp50 hingga Rp300 per liter. Kala itu, koreksi harga terjadi hanya untuk bensin RON 92, RON 95, dan RON 98.

"Pada Februari dilakukan penurunan karena sudah ada indikasi indeks gasoline yang bergerak turun," tuturnya, dalam rapat dengan Komisi VII secara virtual, Senin, 4 Mei.

Tak hanya itu, Arifin mengklaim, harga BBM di Indonesia merupakan salah satu yang termurah di Asia Tenggara (ASEAN). Tidak hanya di ASEAN tetapi juga dibandingkan dengan beberapa negara di dunia.

Harga BBM di kawasan ASEAN

Berdasarkan data Kementerian ESDM, beberapa harga BBM yang lebih murah dibanding negara lain di ASEAN antara lain untuk bensin RON 95. Indonesia menerapkan harga Rp9.650 per liter, sementara Singapura Rp21.317 per liter. Lalu, Malaysia memberikan harga Rp4.299 per liter, hal itu karena pemerintahnya memberikan subsidi untuk penggunaan Bensin RON 95.

Kemudian, Thailand menerapkan harga Rp11.302 per liter, Vietnam sebesar Rp7.812 per liter, Filipina sebesar Rp12.532 per liter. Untuk Laos, Myanmar dan kamboja masing-masing menerapkan harga Rp16.122, Rp4.506 dan Rp9.850 per liter.

Namun, untuk jenis bahan bakar Solar CN 51, Indonesia belum termasuk yang termurah. Data per 1 Mei, harga Solar CN 51 di Indonesia berkisar Rp9.850 hingga Rp10.200 per liter. Sementara, Singapura sebesar Rp17.450 per liter, lalu Malaysia sebesar Rp4.815, Thailand sebesar Rp9.793 per dolar AS. Ada juga Vietnam yang memberikan harga berkisar Rp6.398 hingga Rp6.521.

Di Filipina harga BBM jenis Solar CN 51 diperdagangkan pada harga Rp10.103 per dolar AS. Sedangkan, Laos, Myanmar dan Kamboja masing-masing memberikan tarif harga pada Rp13.103, Rp4.610 dan Rp9.850 per liter.

"Kalau solar, kita memang lebih tinggi, tapi kita sudah pertahankan harganya cukup lama pada saat harga di negara lain jauh lebih tinggi," tuturnya.