JAKARTA - Harga minyak dunia tengah mengalami tren penurunan alias anjlok. Bahkan, harganya bisa lebih murah dibandingkan dengan ongkos produksi. Namun, harga BBM yang dijual Pertamina belum juga turun.
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan angkat bicara soal harga minyak dunia yang terus mengalami penurunan. Dia heran dengan PT Pertamina (Persero) yang belum juga menurunkan harga jual BBM.
Malah, dalam putusan kuartalan beberapa waktu lalu, Pertamina masih mempertahankan harga BBM. Artinya, dalam kurun waktu tiga bulan ke depan harga BBM masih berada diposisi yang sama.
"Maka apa boleh buat, baiknya kita tunggu saja datangnya belas kasihan. Terserah saja kapan harga BBM akan diturunkan. Kita serahkan sepenuhnya kepada kebaikan hati yang punya wewenang menurunkannya," kata Dahlan, dikutip dari blog-nya disway.id di Jakarta, Jumat, 1 Mei.
Dahlan mengatakan, pada dasarnya Indonesia adalah bangsa toleran. Karena itu, dalam kondisi pandemi COVID-19 yang kian meluas, masyarakat pun bertoleransi kepada Pertamina. Sebab, jika tidak bisa dianggap ekstrem dan tidak pancasialis.
"Kita harus toleran bahwa Pertamina itu bukan pedagang minyak murni. Yang kalau harga kulakannya turun, harga jualnya bisa langsung turun. Yang kalau harga minyak mentah dunia kini tinggal 20 dolar per barel, harga bensin bisa langsung diturunkan menjadi sekitar Rp5.000 per liter," katanya.
BACA JUGA:
Tak hanya itu, menurut Dahlan, masyarakat harus memahami bahwa Pertamina itu juga memiliki kilang minyak dan sumur minyak sendiri. Di mana, keduanya memerlukan biaya operasi dan sumur minyak harus dijaga jangan sampai mati.
"Semua itu perlu biaya. Kita lah yang bisa jadi donaturnya. Itulah sebabnya di Amerika minyak dijual dengan harga serendah apa pun, asal ada yang mau beli," ucapnya.
Namun, Dahlan mengatakan, masalah baru justru akan muncul jika tidak ada yang membeli minyak, sedangkan semua tangki penuh. Maka, yang terjadi adalah minyak itu akan meluber ke mana-mana dan mencemari bumi manusia.
Sementara itu, lanjut dia, sumur minyak sendiri akan terus mengalirkan minyak ke tangki. Tidak bisa ditutup. Jika pun memaksa untuk menghentikan dengan cara menutup krannya maka yang terjadi adalah kebocoran akibat tekanan.
Menurut Dahlan, jika keadaan pandemi ini berlangsung lebih lama bukan tidak mungkin masalah itu dapat terjadi. Sehingga, jalan satu-satunya untuk menutup sumur itu dengan diluluhi semen khusus, sampai dasar sumur di perut bumi.
"Lalu sumur itu RIP selama-lamanya. Kelak, untuk menghidupkan kembali mahal sekali, sama dengan biaya menggali sumur baru. Mematikan sumur itu pun perlu biaya," tuturnya.
Apalagi, kata Dahlan, jika harus mematikan kilang minyak, biaya yang harus dikeluarkan pun besar. Segingga, akan lebih baik biarlah terus mengalir dengan harapan masih ada yang mau membeli minyak. Sebab, kilang minyak pun harus jalan terus.
"Jadi Pertamina harus tetap mengoperasikan sumur-sumurnya. Dengan biaya dari Anda semua. Pertamina juga harus tetap menjalankan kilang-kilangnya. Dengan biaya dari Anda semua. Alhamdulillah. Di bulan ramadan ini kita bisa lebih banyak bersedekah. Sedekah terbesar kita ya ke Pertamina itu," ucapnya.
Menurut Dahlan, masyarakat sebetulnya harus iba kepada Pertamina. Sebab, pendapatannya yang besar itu tidak bisa lebih besar lagi. Hal ini, akibat yang membeli bensin tidak sebanyak sebelum pandemi COVID-19. Sehingga, pendapatannya turun hampir 50 persen.
Kondisi ini, membuat Dahlan, mengingat peristiwa saat harga BBM melambung tinggi, saat di mana harga minyak mentah menyatu 100 dolar per barel.
"Saya ingat kiat Pak Jusuf Kalla dulu. Ketika harus menaikkan harga BBM sangat tinggi. Kiat beliau adalah: naikkan BBM sehari sebelum bulan Ramadan. Agar besoknya tidak ada demo besar. Maka jangan harap harga BBM akan turun selama masih ada bulan Ramadan. Bahkan, jangan-jangan, selama masih ada COVID-19," tutupnya.