Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta gerak cepat (gercep) dan tegas dalam menangani permainan harga dan kelangkaan obat di tengah pandemi COVID-19. Diduga, ada aksi mafia obat di balik langkanya berbagai jenis obat di pasaran sehingga harus diberantas.

“Ini memang sudah gila-gilaan. Di semua daerah obat langka, nyarinya susah. Jangan ada lagi pihak yang leluasa memainkan obat. Harus ditertibkan,” ujar Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam, Selasa, 27 Juli.

Saat ini, lanjutnya, ada obat yang harga tertingginya Rp5 juta bisa melonjak hingga mencapai Rp65 juta, bahkan ratusan juta seperti Actemra. Terlebih, Presiden sudah menyidak langsung soal kelangkaan obat-obatan.

“Kasihan masyarakat. Perintah Presiden Jokowi jelas, tertibkan soal obat ini, indikator keberhasilannya ada dua, ketersediaan dan harganya,” jelas Mufti.

Legislator Jawa Timur itu mengungkapkan, telah banyak bukti harga obat melambung tinggi dan stoknya pun tak ada hampir di semua daerah.

”Kejadiannya nyata. Di hampir semua daerah. Bahwa obat itu langka dan mahal. Ini fakta di lapangan. Menkes harus melakukan langkah taktis dan strategis, termasuk dari sisi penegakan hukum bila ada pelanggaran,” ungkapnya.

Disisi lain, kata Mufti, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan ada ”orang-orang menengah-atas” yang sehat telah membeli obat untuk stok di rumah sebagai antisipasi lantaran takut kehabisan stok. Padahal, untuk bisa mendapatkan obat yang tergolong obat keras tersebut, tentu saja harus disertai resep dokter.

Karenanya menurut Mufti, justru itu adalah indikasi ada dugaan permainan penjualan obat.

”Nah, bagaimana orang sehat yang kelompok menengah atas itu bisa mendapatkan obat-obat tersebut. Padahal mereka sehat. Kan kalau beli, harus ada resep dokter. Ada apa ini. Harus diusut tuntas,” tegas Mufti.

Politikus PDIP itu menilai, kelangkaan obat tidak selalu soal pasokan, namun juga ada permainan mafia obat. Menurutnya, saat ini pemerintah mendapat dukungan publik yang luar biasa, karena menunjukkan iktikad untuk membereskan pihak-pihak yang diduga memainkan obat.

“Dukungan publik ini penting untuk menyukseskan penanganan pandemi. Manajemen soal obat menjadi salah satu penentu kepercayaan publik ke Pemerintah,” ucapnya.

Mufti juga mendukung dalam jangka pendek Pemerintah segera mengimpor obat-obatan yang dinilai masih langka. Namun, dia mengimbau agar distribusinya berkeadilan dan bebas dari praktik memburu rente sesaat.

“Jangan ada pihak yang bisa dapat akses, lalu memborong dan menjualnya kembali dengan harga gila-gilaan,” katanya menegaskan.

Mufti mengingatkan, bahwa pandemi harus menjadi momentum untuk pembenahan industri obat secara terintegrasi, baik dari sisi industri bahan baku obat, produksi obat, hingga distribusi yang berkeadilan.

Dikatakannya, akibat permasalahan langka dan mahalnya obat terapi pasien COVID-19 akan membuat angka kematian pasien berpotensi terus meninggi, selain permasalahan ketersediaan oksigen dan kapasitas fasilitas kesehatan.

”Ini momentum yang pas, Pemerintah lewat Menkes dengan menggandeng kementerian lain harus membenahi secara total,” demikian Mufti.