JAKARTA - Ledakan ‘gila-gilaan’ kasus harian COVID-19 di Amerika Serikat, sepekan terakhir dianggap sebagai peringatan keras bagi warga Indonesia agar tetap waspada, tidak berpuas diri dan tetap menaati protokol kesehatan.
“Kita tidak mau ledakan kasus COVID-19 seperti yang terjadi di Amerika Serikat terjadi di Tanah Air. Karena itu, kita tidak boleh meniru perilaku warga Amerika yang abai terhadap protokol kesehatan karena mengira corona sudah mau hilang,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo dalam keterangannya kepada VOI, Selasa, 31 Agustus.
Padahal, lanjut legislator Jawa Tengah ini, kasus COVID-19 di negara Paman Sam itu sempat melandai beberapa waktu lalu.
Pada pertengahan Juni lalu, hanya 11 ribu kasus perhari, sementara vaksinasi juga sudah mencapai 51 persen jumlah penduduk. Namun, pada minggu terakhir Agustus ini, kasus harian melonjak hingga lebih 1.000 persen.
“Artinya, dalam seminggu ini kasus yang sebelumnya 11 ribu naik jadi 160 ribu hingga 200 ribu perhari," papar Rahmad.
Menurutnya, lonjakan kasus gila-gilaan di AS tersebut disebabkan karena anggapan bahwa COVID-19 sudah akan menghilang, sehingga perilaku warganya menjadi kebablasan.
“Kedua, menyusul turunnya kasus harian sehingga pemerintah setempat membuat pelonggaran-pelonggaran. Misalnya, libur musim panas diijinkan, mobilitas masyarakat pun meningkat. Akibat pelonggaran itu, ya saat ini publik Amerika dihadapkan kecemasan yang luar biasa,” jelas Rahmad.
Politikus PDIP itu menuturkan, jika melihat naik turun kasus COVID-19 di Amerika Serikat, kondisinya hampir mirip dengan yang terjadi di Indonesia. Dikatakannya, kasus harian COVID-19 di Indonesia pada Juni lalu, juga sempat meningkat tajam. Rumah sakit penuh, hingga banyak pasien yang harus dirawat di tenda-tenda, oksigen dan obat-obatan pun juga langka.
“Kasus harian COVID-19 yang tadinya sempat memuncak di Indonesia, sekarang trennya mulai menurun. Nah, adanya peningkatan aktivitas dan mobilitas belakangan ini tidak boleh membuat kita abai. Kita kita harus waspada, jangan sampai pelonggaran membuat kita abai prokes. Akibatnya bisa seperti di Amerika, terjadi lonjakan kasus yang signifikan sehingga ujung-ujungnya membahayakan fasilitas kesehatan," kata Rahmad mengingatkan.
Rahmad menghimbau kepada seluruh elemen bangsa, khususnya pemerintah pusat, pemerintah daerah, para tokoh masyarakat hingga petugas satgas COVID-19 ditingkat RT dan RW untuk saling mengingatkan bahwa COVID-19 masih ada.
“Kita tidak boleh melonggarkan disiplin dan protokol kesehatan harus tetap kencang diikat pinggang hingga COVID-19 itu benar-benar lemah,” tegasnya.
BACA JUGA:
Rahmad juga mengingatkan pemerintah pusat untuk mempersiapkan infrastruktur kesehatan dengan baik agar pengalaman pahit sebelumnya, yakni sulitnya memperoleh obat-obatan dan kelangkaan oksigen tidak terulang lagi.
“Kita sempat mengalami kirisis fasilitas kesehatan, hal tersebut tidak boleh terjadi lagi,” tandas Rahmad.
Mengutip data interaktif COVID-19 milik New York Times, pada akhir Juni lalu rata-rata kasus infeksi di Negeri Paman Sam masih berada di level 11 ribuan per minggunya. Namun saat ini, rata-rata infeksi mingguan telah mencapai 141 ribu kasus perharinya. Ini merupakan kenaikan lebih dari 10 kali lipat.
Para analis kesehatan menganggap kenaikan tinggi ini terjadi akibat dari pelonggaran-pelonggaran yang berlaku pada liburan musim panas. Di mana publik seakan sudah menganggap corona telah hilang dan mengabaikan protokol kesehatan.