Rasisme adalah Pandemi: Suara Solidaritas dari Swiss
Ilustrasi foto (Folco Masi/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - George Floyd telah dimakamkan di Houston Memorial Gardens, Pearland, Amerika Serikat pada Selasa, 9 Juni. Meski begitu, gelombang protes atas kematiannya yang dibunuh polisi Minneapolis, Derek Chauvin tak kunjung mereda.

Di Swiss, misalnya. Pada hari yang sama dengan pemakaman, terlihat ribuan orang turun ke jalan menolak rasisme di Jenewa. Melansir Reuters, para peserta melakukan aksi di tengah guyuran hujan. Beberapa terlihat berlutut sebagai simbol duka atas kematian Floyd.

Selebihnya, pesan kedukaan juga tersampaikan lewat spanduk yang dibawa oleh pengunjuk rasa. Ada yang menuliskan “diam tidak lagi menjadi pilihan." Serta ada pula yang berisikan pesan yang menyuarakan, "rasisme adalah pandemi.”

“Ini adalah klaim yang telah kami buat selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad, seperti generasi sebelumnya. Ini untuk menunjukkan bahwa rasisme bukan hanya masalah Amerika, tetapi masalahnya (rasisme) juga hadir di Swiss,” ujar salah seorang pengunjuk rasa, Ruth Noemie.

“Dan masalah rasisme ini juga harus segera dibahas di negara kita,” tambahnya.

Tak hanya Ruth. Seorang gadis kulit hitam, Pauline yang juga ikut berunjuk rasa, mengungkap masalah rasisme telah mengakar di Swiss, untuk itu perubahan merupakan hal yang dinanti. “Ya, saya menderita rasisme setiap hari dan saya pikir masalah hadir di Swiss. Swiss juga harus berubah. Bahkan, perkara rasisme di Swiss lebih implisit daripada beberapa negara lainnya.”

Menariknya, pengunjuk rasa lainnya Johnson Mibarak, yang menghadiri aksi unjuk rasa bersama putranya yang masih berumur lima tahun, turut menyatakan bahwa masalah rasisme sudah semenjak dulu menjadi masalah terbesar dunia. bahkan, sampai hari ini.

"Meski kita berada di tahun 2020, tetapi kita tetap saja masih berbicara tentang masalah sosial ini. Padahal, kami tinggal di negara maju, yang mana seharuskan masalah rasisme sudah tak lagi hadir,” tutupnya.