JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melonggarkan usaha kecil termasuk warung tegal (warteg) untuk beroperasi saat perpanjangan PPKM Level 4. Tapi ada aturannya, waktu makan dibatasi 20 menit yang kemudian jadi meme hingga disindir Fiersa Besari.
Fiersa Besari lewat akun Twitter mencuitkan foto dengan orang mengangkat dua tangan mengepal yang bisa diartikan semangat sembari menuliskan, “aku ketika tahu boleh dine in tapi cuma 20 menit”.
Politikus PDIP Arteria Dahlan merespons banyaknya meme di jagat dunia maya media sosial. Menurut Arteria, apa yang diputuskan pemerintah dan diumumkan Jokowi adalah jalan tengah di saat PPKM diperpanjang.
“Sebenarnya kan ini jalan tengah yang di satu pihak kita akan melakukan prokes ketat, di pihak lain Pak Jokowi kan mendengar keluh kesah bagaimana keadaan kehidupan UMKM. Di situ dibuatkan jalan keluar,” kata Arteria dihubungi VOI, Senin, 26 Juli malam.
Arteria menyebut aturan ini sudah diperlonggar sejak PPKM yang diistilahkan darurat diberlakukan pada 3 Juli. Baginya, sindiran-sindiran di linimasa dunia maya hanya disuarakan sebagian kecil orang.
“Ya dibilang jangan nyinyir namanya juga demokrasi boleh, tapi keluhan seperti itu relevan saat kemarin (PPKM darurat), tapi sekarang justru itu kado dan hadiah. Saya pikir semua menyambut baik,” tutur anggota Komisi III DPR ini.
“Apalagi, orang sudah terbiasa untuk tidak makan di tenpat makan dengan diberi durasi 20 menit bagi mereka sekarang ya berterimakasih,” sambungnya.
Bagi Arteria, saat ini banyak orang yang memilih membungkus makanan yang dibeli. Pun bila makan di tempat, Arteria menyebut hitungan normalnya sekitar 10 menit.
“Ini harusnya jalan tengah yamg diterima dan disambut baik. Walaupun demikian masyarakat sudah terbiasa untuk tidak makan di tempat. Itu hanya ruang bagi yang belum move on harus ngotot makan di tempat dan ini jalan keluar bagi mereka yang belum move on diberi kesempatan,” ujar Arteria.
“Jadi sebenarnya sudah bagus yang sudah bisa ikuti PPKM dengan ketat sudah mayoritas, yang masih belum ya diberi ruang. Ini semua buat kebaikan utamanya kalau sudah kena COVID yang delta ini pastinya nggak nyinyir. Janjinya pak presiden apa sih? Kalau misalnya terkonfirmasi semakin sedikit kemudian BOR semakin terpenuhi itu pasti dibuka, buktinya di beberapa tempat sudah level 3. Support dong, masalah ini hanya bisa diselesaikan jika kita bangun kesetiakawanan sosial dan menghilangkan prasangka buruk,” papar Arteria.
BACA JUGA:
Komunitas Warteg Pertanyakan Kebijakan Jokowi
Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni mengemukakan ketentuan waktu operasional dan makan di tempat dalam PPKM selama 20 menit perlu ditinjau ulang.
"Yang makan di warteg kan tidak hanya ada anak kecil dan anak muda, tapi ada orang tua juga. Orang tua kan makannya pelan-pelan. Kalau disuruh buru-buru bisa tersedak," kata Mukroni dikutip Antara, Senin, 26 Juli.
Ketentuan 20 menit makan di tempat tidak secara spesifik mengatur persiapan pedagang menyuguhkan santapan bagi pelanggan. "Pedagang kan ada yang jual ayam bakar, lele dan lainnya. Ini butuh waktu (persiapan), bisa saja kalau diburu-buru, malah kesiram minyak," sambungnya.
Mukroni mengatakan batas waktu makan di tempat tidak menjamin seseorang aman dari penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. "Kita semua tahu, kalau penularan COVID-19 tidak mengenal jam, tapi detik," katanya.
Mukroni juga mengkritisi jam operasional pedagang warteg yang dibatasi hingga pukul 20.00 waktu setempat sebab tidak seluruh pedagang bisa memenuhi ketentuan tersebut.
"Warteg itu ada kapasitasnya, mulai dari yang luasannya kecil paling lima orang (kapasitas tampung), sampai yang sebesar yang bisa sampai menampung 50 pelanggan," ujarnya.
Warteg dengan kapasitas besar itu, kata Mukroni, akan sulit bila harus menyesuaikan jam operasional hingga pukul 20.00 waktu setempat.
Mukroni menyarankan agar aturan seputar pembatasan waktu dalam operasional pedagang kecil selama PPKM dihapuskan.
"Kalau mau larang saja, atau tidak ada makan di tempat, hanya boleh pesan antar. Tidak perlu dibatasi waktu," katanya.
Atau bila perlu, kata Mukroni, pemerintah menutup tempat usaha warteg namun diikuti dengan pemberian subsidi untuk mengantisipasi kerugian usaha.
"Kalau mau menutup usaha, saya baca di media massa, bahwa pemerintah Jepang membayar kompensasi hingga Rp40 juta per pedagang karena usaha mereka ditutup selama pandemi. Karena pedagang ini pendapatan dari jualan, kalau mau kasih stimulus karena mereka kan ada yang kredit macet dan lainnya," katanya.