JAKARTA - Komisioner KPU Kalimantan Selatan Edy Ariansyah mengatakan ambang batas selisih suara 1,5 persen tak terpenuhi untuk gugatan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Kalsel yang dimohonkan paslon nomor urut 2 H Denny Indrayana-H Difriadi di Mahkamah Konstitusi.
"Jika sesuai ambang 1,5 persen, maka selisih suara sebesar 25.535. Sedangkan selisih antara pihak terkait dan pemohon sebanyak 39.945 suara atau ekuivalen 2,35 persen. Jadi tidak terpenuhi Pasal 158 ayat 1 huruf B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016," terang Edy saat penyampaian jawaban dari termohon, yaitu KPU Provinsi Kalsel di sidang kedua perselisihan hasil PSU Pilgub Kalsel di MK, dilansir Antara, Jumat, 23 Juli.
Edy mengatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa perselisihan hasil karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Kemudian dalam dalil yang disampaikan pemohon, yaitu hal yang dipersoalkan terkait pelanggaran pemilihan dan bukan perselisihan hasil rekapitulasi perolehan suara, menurut KPU dalil pemohon tersebut sebenarnya masuk dalam kriteria Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan yang dikategorikan sebagai pelanggaran pemilihan jadi bukan perselisihan hasil.
"Jadi menurut kami mahkamah tidak berwenang mengadili perkara a quo," kata kuasa hukum termohon Hidzil Alim.
BACA JUGA:
Sedangkan pada pokok jawaban atas dalil pemohon, KPU selaku pihak termohon menyampaikan sejumlah hal yang pada intinya menolak dalil-dalil atau tuduhan terhadap termohon baik terkait perekrutan dan penetapan KPPS, pencermatan, dan penetapan DPT, DPTb, dan DPTh serta undangan pemilih yang tidak seluruhnya terdistribusi.
Edy berkeyakinan telah melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan aturan, memperhatikan, dan melaksanakan rekomendasi Bawaslu dalam pelaksanaan PSU Pilgub Kalsel tanggal 9 Juni 2021.
Selanjutnya, pihak terkait, yaitu paslon nomor urut 1 H Sahbirin Noor-H Muhidin melalui kuasa hukumnya Andi Syafrani dan M Imam menyampaikan bantahan beserta alat bukti atas dalil-dalil tuduhan pemohon terhadap pihak terkait baik menyangkut pengerahan birokrasi aparat desa dan ketua RT, politik uang hingga intimidasi dan premanisme.
Selesai mendengarkan jawaban dan keterangan serta mengesahkan alat bukti dari pihak termohon, pihak terkait dan Bawaslu, Ketua Panel Sidang Hakim Aswanto memutuskan untuk menunda sidang untuk selanjutnya dilaporkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim.
"Panel akan melaporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim karena yang menentukan selanjutnya adalah Rapat Permusyawaratan Hakim," kata Aswanto.